Indonesia merupakan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia yang memiliki potensi sumber daya ikan laut melimpah. Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan tahun 2022 memperkirakan terdapat 12,01 juta ton ikan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan perikanan tangkap. Selain itu, Data FAO 2022 mencatat pada saat ini Indonesia masih menjadi produsen terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
Guru Besar dalam bidang Ilmu Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan UGM, Prof. Suadi, S.Pi., M.Agr.Sc., Ph.D., menyebutkan meski memiliki potensi besar pengembangan perikanan tangkap, namun kondisi global saat ini terutama industri perikanan tangkap menghadapi beragam tantangan. Mulai dari eksploitasi sumber daya ikan secara berlebihan, degradasi habitat, dan kerentanan terhadap perubahan lingkungan global.
Berbagai permasalahan ikutan, lanjutnya, muncul akibat kegagalan pengelolaan perikanan. Selain semakin tinggi dan meluasnya kerusakan sumber daya ikan, juga memunculkan persoalan kemiskinan yang berhadapan dengan kerapuhan lingkungan hidup dan konflik sumber daya ikan.
“Banyak tantangan pengelolaan perikanan untuk menjamin keberlanjutan. Karena konsep multifungsionalitas perikanan penting untuk penghidupan keberlanjutan,” jelasnya saat menyampaikan pidato pengukuhan guru besar berjudul Pengelolaan Multifungsionalitas Perikanan Tangkap untuk Penghidupan Berkelanjutan Masyarakat Pesisir di Balai Senat UGM, Kamis (28/12).
Dosen Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian UGM ini mengatakan multifungsionalitas perikanan mengacu pada konsep bahwa perikanan menghasilkan secara bersama luaran komoditas, yaitu ikan atau pangan akuatik dan luaran non-komoditas. Penerapan konsepsi ini penting bagi keberlanjutan karena konsep ini mengakui peran perikanan yang lebih luas dalam ekosistem dan masyarakat. Pengakuan atas multifungsionalitas perikanan dapat mengarahkan praktik pengelolaan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan yang diharapkan dapat menjaga kesehatan dan produktivitas ekosistem laut dalam jangka panjang, mendukung masyarakat dan perekonomian pesisir, dan melestarikan warisan budaya.
Dalam konteks pengelolaan sumber daya, pemahaman tentang multifungsionalitas perikanan secara langsung memberikan informasi bagaimana perikanan harus dikelola. Untuk mendorong pengelolaan perikanan berbasis multifungsi, beberapa upaya strategis dan prospektif perlu dilakukan. Salah satunya, pembuatan kebijakan, yaitu membentuk kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada peningkatan hasil dan keuntungan, tetapi mempertimbangkan kelestarian lingkungan, keadilan sosial, warisan budaya, dan pembangunan regional.
Berikutnya, praktik berkelanjutan. Dengan mendorong nelayan untuk menerapkan praktek yang tidak hanya meningkatkan hasil produksi namun juga meningkatkan kesadaran menjaga kesehatan ekosistem dan keanekaragaman hayati.
“Insentif atas praktik- praktik pelestarian lingkungan dapat memperkuat multifungsionalitas. Subsidi perikanan bermanfaat dalam mendukung perikanan skala kecil atau teknologi yang kurang efisien,”tutur pria yang saat ini menjabat sebagai Direktur SDM UGM ini.
Selain itu, dilakukan pembangunan pedesaan yang meliputi investasi di pedesaan, termasuk infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan pelestarian budaya, sebagai pengakuan perikanan berfungsi selain produksi pangan.
Upaya penelitian, pengembangan dan pengelolaan, yaitu penelitian menuju pengembangan dan promosi praktik dan teknologi perikanan yang mencapai berbagai tujuan juga perlu dilakukan. Hasil-hasil penelitian tersebut menjadi masukan bagi pengambilan keputusan, perencanaan dan pengelolaan yang lebih holistik.
“Selain itu, ketersediaan layanan yang membantu pelaku usaha perikanan,”imbuhnya.
Suadi menyampaikan penghidupan berkelanjutan di pesisir menjadi target pengelolaan berbagai multifungsi perikanan. Bagi nelayan, penghidupan berkelanjutan mengacu pada kemampuan individu dan komunitas untuk mempertahankan dan meningkatkan aset penghidupan mereka, mengatasi stres dan guncangan, serta memberikan berbagai peluang penghidupan berkelanjutan.
Penulis:Ika
Foto: Firsto