Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. drh Aris Haryanto, M.Si, dikukuhkan sebagai guru besar pada bidang ilmu Biokimia usai menyampaikan pidato pengukuhan guru besar yang berjudul Wabah Penyakit Mulut dan Kuku pada Ruminansia di Indonesia Tinjauan dari Aspek Biokimia Molekuler, Kamis (21/12) di ruang Balai Senat, Gedung Pusat UGM.
Aris Haryanto mengatakan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak ruminansia masih terus terjadi hingga hari ini di berbagai daerah di Indonesia, meskipun kasusnya sudah cenderung melandai. Padahal, selama 32 tahun sebelumnya Indonesia menyandang status bebas PMK tanpa vaksinasi. Namun, dalam sejak tahun lalu dilaporkan bahwa wabah PMK kembali masuk di Indonesia pada tanggal 28 April 2022 di Kabupaten Gresik Jawa Timur. Virus PMK awalnya menyerang 402 ekor sapi potong di Gresik, kemudian menyebar di beberapa wilayah lain di Indonesia. “Penyebab munculnya kembali PMK di Indonesia, setelah 32 tahun dinyatakan bebas PMK, adalah kebijakan yang mengakibatkan longgarnya peraturan impor ternak atau hasil ternak dari luar negeri,” kata Aris.
Menurut Aris Haryanto, pemahaman tentang agen etiologis penyebab penyakit PMK pada hewan ruminansia di Indonesia yang ditinjau dari aspek Biokimia Molekuler sangat penting untuk dilakukan. Sebab, PMK merupakan penyakit hewan lintas batas yang penting karena memiliki dampak ekonomi yang signifikan dan bersifat sangat menular. “Penyakit ini juga mempunyai rentang spesies inang yang luas, dosis infeksius virus yang rendah, kemampuan virus bertahan di lingkungan, dan ekskresi virus oleh hewan yang sudah terinfeksi sebelum munculnya gejala klinis merupakan beberapa faktor yang menyebabkan PMK mempunyai tingkat penyebaran yang cepat dan luas,” paparnya.
Lebih jauh ia memaparkan bahwa pencegahan penyakit PMK pada zona bebas dapat dilakukan berbagai upaya dengan perlindungan dengan membatasi gerakan hewan ternak, pengawasan lalu lintas dan pelaksanaan surveilans. Selanjutnya dilakukan pemotongan pada hewan ternak terinfeksi, ternak yang baru sembuh, dan ternak-ternak yang kemungkinan kontak dengan agen PMK. Namun, yang tidak kalah lebih penting adalah melakukan biosekuriti yang ketat dan desinfeksi asset serta semua material yang terinfeksi baik itu perlengkapan kandang, mobil, baju, dan sebagainya. “Termasuk dalam hal ini pemusnahan bangkai, sampah, dan semua produk hewan pada area yang terinfeksi, dan tindakan karantina,” ungkapnya.
Pada daerah tertular PMK, tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi menggunakan vaksin virus aktif untuk memberikan kekebalan yang cukup selama 6 bulan kedepan setelah dua kali pemberian vaksin, sebagian tergantung pada antigen yang berhubungan antara vaksin dan strain virus yang sedang mewabah. “Meningkatkan pengawasan lalu lintas ternak di wilayah darat dan laut, dan pelarangan pemasukan ternak dari daerah,” jelasnya
Adapun pengobatan dan pengendalian penyakit PMK dapat dilakukan melalui kegiatan pemotongan dan pembuangan jaringan tubuh hewan yang terinfeksi, lalu pada kaki yang terinfeksi dilakukan terapi dengan antibiotika chloramphenicol atau larutan cuprisulfate 5% serta dilakukan injeksi secara intravena (IV) dengan preparat sulfadimidine yang efektif terhadap virus PMK. “Selama dilakukan pengobatan, hewan yang terserang penyakit harus dipisahkan dari hewan yang sehat dikarantina terpisah dari kandang hewan sehat dan pada ternak yang tidak terinfeksi harus ditempatkan pada lokasi yang kering dan dibiarkan bebas berjalan-jalan serta diberi pakan cukup untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya,” jelasnya.
Kebijakan umum yang diterapkan saat terjadi wabah adalah dengan menghentikan sementara lalu lintas hewan hidup dan pengendalian ketat produk hewan dengan tujuan agar virus tidak menyebar ke daerah lain melalui lalu lintas ternak dan produk hewan yang berisiko tinggi. Selain itu, dengan cara mengisolasi hewan yang terinfeksi dan pemberian terapi suportif, vaksinasi dan peningkatan biosekuriti.
Upaya pengendalian dan pemberantasan PMK ini menurut Aris untuk meminimalkan munculnya kepanikan dan kekhawatiran mengonsumsi hewan. Kekhawatiran masyarakat dalam mengonsumsi daging dan susu akan berimbas pada penurunan kebutuhan terhadap daging dan susu, yang tentunya akan merugikan peternak dan usaha peternakan. Sebab, ancaman jangka panjang ke depan dari wabah PMK di dalam negeri adalah keterbatasan, bahkan penurunan ketersediaan pasokan hewan hidup dan produk asal hewan seperti daging dan susu.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Donnie Tristan