
Selain manusia, tumbuhan juga dapat terjangkit penyakit apabila terinfeksi bakteri tumbuhan. Sejarah lahirnya bakteriologi tumbuhan ditandai dengan penemuan penyakit hawar api (fire blight) pada tanaman pir pada tahun 1878 oleh Thomas Jonathan Burrill. Kehilangan hasil produk pertanian karena penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh bakteri patogen bervariasi tergantung jenis penyakitnya. Meskipun studi tentang nilai ekonominya belum banyak dilakukan, diperkirakan secara global kerugian ekonomi dalam setahun dapat mencapai US$ 49,6 milyar.
Dosen Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian UGM, Prof. Tri Joko, S.P., M.Sc.,Ph.D., mengatakan bakteri bisa menyebabkan berbagai penyakit yang pada tanaman, namun juga memegang peran yang sangat penting dalam kesehatan tanaman. Adanya bakteri dalam tanaman justru dapat dimanfaatkan untuk mengenyahkan organisme pengganggu tanaman (OPT). Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami, seperti bakteri antagonis menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan. Pemanfaatan beberapa bakteri seperti Bacillus, Streptomyces, dan Pseudomonas sebagai APH untuk mengatasi penyakit-penyakit penting tumbuhan telah dikenal sejak lama dan dikaji secara mendalam.“Bakteri sudah banyak dimanfaatkan untuk mengendalikan serangga hama maupun nematoda parasit tumbuhan,” kata Tri dalam upacara pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar dir dalam Bidang Ilmu Bakteriologi Tumbuhan di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Selasa (1/7), di Balai Senat UGM.
Tri memberikan salah satu contoh penelitian yang dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian tersebut bakteri APH juga berperan dalam kesehatan tanaman secara tidak langsung melalui mekanisme pensinyalan biokimia. Interaksi antara tanaman dengan bakteri di rizosfer menjadi penentu kesehatan tanaman, produktivitas, dan kesuburan tanah. “Selain itu, bakteri juga dapat meningkatkan pertumbuhan secara langsung melalui berbagai mekanisme dengan menyediakan faktor pertumbuhan,” ujarnya.
Kemudian, Tri menjelaskan konsep tentang pertanian berkelanjutan yang tidak menimbulkan pengaruh negatif pada lingkungan dan ekosistem pertanian. Penggunaan dan introduksi bakteri sebagai plant growth promoting bacteria (PGPB) dan APH unggul akan berhasil jika pengelolaannya sudah dipahami dengan benar. Interaksi bakteri dan tanaman sudah mengalami evolusi menuju terciptanya keseimbangan keduanya dalam mendapatkan manfaat dari interaksi tersebut.“Pemanfaatan bakteri yang terintegrasi dengan teknik pengelolaan penyakit dapat menjadi pendekatan pertanian berkelanjutan yang dapat mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida sintetis,” pungkas Tri.
Penulis : Tiefany
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie