Menjelang pergantian tahun beberapa waktu yang lalu, media cukup ramai memberitakan kejadian luar biasa (KLB) polio di Klaten. Ada seorang anak berusia 6 tahun, tepatnya di Manisrenggo, Klaten yang berbatasan dengan Sleman, Yogyakarta didiagnosa menderita polio.
“Kabar ini bagaikan mimpi buruk menjelang pergantian tahun baru. Karena Yogyakarta selama ini status kesehatannya cukup bagus,” ujar Prof. dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp.A(K)., Ph.D, Guru Besar Bidang Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, melalui program podcast yang diselenggarakan Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM, Senin (15/1).
Kenapa disebut Kejadian Luar Biasa (KLB), menurut Mei Neni Sitaresmi karena Indonesia sebetulnya sudah mendapatkan sertifikasi bebas polio pada tahun 2014. Mungkin hal ini yang membuat terlena tidak ada kasus liar polio, tetapi tiba-tiba muncul ada beberapa kasus KLB.
KLB polio saat ini tentunya tidak hanya menjadi perhatian Indonesia tetapi juga menjadi masalah dunia. Masyarakat luar Indonesia tentunya akan berpikir ulang jika mau ke Indonesia karena penyakit ini sangatlah menular. Penularan bisa melalui makanan, cairan, mulut, lewat pembuangan air besar yang langsung ke sungai tanpa penampungan.
Penyakit ini disebabkan oleh virus polio. Terkait polio ini, dalam suatu wilayah bisa jadi 100 anak di wilayah tersebut kemungkinannya sakit tetapi bisa tanpa gejala. Artinya kemungkinan ada 100 anak terinfeksi tanpa gejala.
“Polio ini penyakit yang disebabkan oleh virus bernama polio. Ada tiga jenis folio yang terkait dengan vaksin ada polio 1, polio 2 dan polio 3. Ia menyerang melalui saluran pencernakan, masuk ke usus akan replikasi, sebagian besar tanpa gejala tetapi menularkan,” jelasnya.
Sekali lagi, Mei Neni Sitaresmi menandaskan polio yang muncul kembali ini akan menjadi masalah kesehatan yang turut menyedot perhatian dunia karena mudah sekali menular. Virus polio masuk ke dalam sistem pencernaan, bisa melalui tangan, makanan, minuman atau alat makan yang digunakan.
Ketika ditemukan satu anak yang terkonfirmasi polio, bisa jadi ada 100 anak di sekitarnya yang tertular namun tidak bergejala. Meski tidak menimbulkan gejala, mereka tetap bisa menularkan virus polio ke anak lainnya.
Jika polio menimbulkan gejala, terangnya maka anak tersebut akan mengalami gejala antara lain demam, nyeri pada sendi, sakit kepala, mual dan muntah. Polio ini banyak menyerang anak di bawah lima tahun tetapi bisa juga menyerang anak di atas lima tahun jika riwayat imunisasinya tidak lengkap.
“Untuk orang dewasa secara teori bisa terjadi. Namun hal tersebut sangat jarang karena pada orang dewasa daya tahan telah terbentuk untuk melawan virus polio,” paparnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan polio ini dapat menyebabkan kelumpuhan. Kelumpuhan karena polio ini bersifat permanen. Artinya kelumpuhan akibat polio ini tidak bisa diobati dan hal yang bisa dilakukan adalah fisioterapi untuk mengurangi efek kelumpuhan guna mencegah badan yang cenderung mengecil.
“Pada beberapa kasus polio juga bisa mengakibatkan kejang-kejang bahkan meninggal dunia,” tuturnya.
Karena polio tidak bisa diobati, menurut Mei Neni Sitaresmi pencegahan menjadi mutlak untuk dilakukan. Beberapa langkah pencegahan yang mesti dilakukan secara komprehensif. Utamanya melakukan vaksinasi secara lengkap untuk menguatkan daya tahan tubuh anak.
Selain itu daya tahan tubuh juga dapat ditingkatkan melalui perbaikan status gizi anak. Perilaku hidup bersih dan sehat mutlak harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang sehat guna mencegah penularan virus polio.
“Pandemi Covid-19 mengajari beberapa hal positif, rajin memakai masker dan mencuci tangan. Perilaku itupun mestinya tetap bisa dilakukan masyarakat,” harapnya.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1501 tahun 2010 terdapat 17 penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah. Jika di suatu daerah ditemukan salah satu dari penyakit-penyakit menular tersebut yang sebelumnya tidak ada, maka penemuan tersebut dapat menjadi dasar ditetapkannya KLB. Polio adalah salah satunya.
Pemerintah menyikapi penetapan KLB ini dengan melakukan outbreak response immunization (ORI), yaitu pemberian imunisasi polio massal kepada seluruh kelompok rentan. Kegiatan sub pekan imunisasi nasional (Sub PIN) ini akan dilakukan di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kabupaten Sleman hingga dua putaran. Putaran pertama dimulai 15 Januari 2024, sedangkan putaran kedua mulai 19 Februari 2024.
Mei Neni Sitaresmi menambahkan imunisasi yang akan diberikan pada Sub PIN besok adalah vaksin yang diproduksi khusus untuk menangani KLB ini, yaitu novel oral polio vaccine type 2 (nOPV2). Vaksin ini diberikan dengan cara diteteskan ke mulut, sangat ringan dan aman.
“Karenanya kita menganjurkan masyarakat yang menjadi sasaran Sub PIN untuk mengikuti kegiatan tersebut. Meski begitu vaksinasi rutin tetap harus dilakukan sesuai jadwal karena vaksinasi Sub PIN ini tidak mengganggu vaksinasi rutin lainnya,” ungkapnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto: Hai Bunda