Cendekiawan Islam, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dan Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab hadir dalam Dialog Kebangsaan Merawat Ukhuwah Kebangsaan Menjaga Persatuan Indonesia yang diselenggarakan UGM, Senin (4/3) di Grha Sabha Pramana UGM.
Dalam acara yang diikuti tidak kurang dari 4.000 sivitas UGM ini, Gus Baha menyinggung cara menjaga kemajemukan dan ukhuah melalui cara penyelesaian permasalahan. Ia mengatakan tidak semua persoalan penyelesaiannya harus melalui proses hukum formal atau pengadilan.
“Tidak semua masalah penyelesaiannya harus dimarahi, ditegur, atau lewat proses hukum formal atau pengadilan,”ucapnya.
Gus Baha memberikan sejumlah contoh permasalahan sosial yang penyelesaiannya melalui jalan kekeluargaan atau permusyawarahan, tidak melulu lewat pengadilan. Penyelesaian masalah dilakukan tanpa kekerasan dan tetap menjaga ukhuah dengan tidak menyinggung, tidak memojokkan, tidak mengadili, dan tidak mendiskreditkan.
“Menjaga kemajemukan dan ukhuah dimulai dari cara menyelesaikan masalah dengan tidak pakai marah-marah,”tuturnya.
Karenanya Gus Baha menyarankan penyelesaian beberapa persoalan di Indoensia dilakukan secara kekeluargaan. Cara ini baik dilakukan karena dalam kitab Qurthubi dijelaskan bahwa masalah seyogianya dikembalikan kepada yang bersengketa.
“Sistem pengadilan di Indonesia, misalnya ada orang sengketa itu dilaporkan ke polisi, silahkan diselesaikan secara kekeluargaan. Ternyata di kitab Qurthubi, di kitab saya, kalau ada orang sengketa silakan kembalikan yang sengketa, kata Sayidina Umar jangan-jangan mereka punya solusi secara kekeluargaan,”paparnya.
Gus Baha menyebutkan jika semua hal diselesaikan di pengadilan justru akan menimbulkan permasalahan baru bagi pihak yang bersengketa.
“Kalau diputuskan di pengadilan bisa melahirkan dendam, hasut, dan dengki. Jika diselesaikan dengan logika dan kearifan mereka sendiri maka itu lebih baik,” tuturnya.
Sayangnya, lanjutnya, hal tersebut sering dilupakan. Setiap ada permasalahan di masyarakat justru sering dikasuskan di pengadilan.
Gus Baha pun berkelakar andaikan dirinya adalah pengamat politik, mungkin ia akan mengatakan salah satu cara menyelesaikan masalah dengan mengangkat seseorang menjadi menteri.
“Andaikan saya dalam posisi pengamat politik, mungkin akan cerita, padahal (masalah itu) bisa diselesaikan dengan dijadikan menteri. Tapi ndak itu bukan wilayah saya,” kata Gus Baha sembari tertawa.
Sementara Quraish Shihab menjelaskan bahwa semua persoalan dapat diselesaikan. Hal itu bisa tercapai apabila kita tetap menganggap pihak yang tidak sependapat merupakan saudara kita.
“Semua problem dapat terselesaikan dengan syarat kita menganggap yang tidak sependapat adalah saudara kita dan berusaha mencari solusi dari tuntunan Tuhan dan kearifan lokal,”terangnya.
Quraish Shihab menambahkan dalam konteks persaudaraan sebangsa harus mencari titik temu. Sebab, tanpa titik temu, persaudaraan sebangsa tidak dapat terwujud.
Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed.,Sp.OG(K)., Ph.D., mengatakan belum lama Indonesia telah menyelenggarakan pesta demokrasi untuk menentukan calon pemimpin bangsa. Sejumlah persoalan dan konflik pun berpotensi muncul di tengah-tengah masyarakat hingga terjadi polarisasi.
Perbedaan pilihan dan pandangan, katanya, merupakan hal yang lumrah dalam proses demokrasi. Kondisi tersebut merupakan ujian terhadap kebangsaan Indonesia, sebagai bangsa yang mampu menjaga keragaman ini dalam persatuan.
“Melalui dialog ini, InsyaAllah kita perkuat ukhuah kebangsaan, dengan semangat pluralisme, inklusif, toleransi, dan gotong royong. Hal itu merupakan kunci untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, dan tentunya mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ucapnya.
Penulis: Ika
Foto: Firsto