
Tim peneliti Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam ekspedisi patriot melakukan riset potensi pangan di kawasan Transmigrasi Mentebah, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat sejak pertengahan agustus hingga Desember mendatang. Tim ini mengemban misi dari Kementerian Transmigrasi untuk riset dan menganalisis potensi komoditas pangan serta infrastruktur. Hasil riset dan analisis digunakan untuk memberikan rekomendasi strategi pengembangan Kawasan Transmigrasi.
Tim peneliti ini, terdiri dari Dr. Dwi Umi Siswanti, dari Fakultas Biologi UGM beranggotakan Dr. Ria Amelia, S.Si.,M.Sc., Laura Silka Karawina Rokhmat, S.Si., Patrick Bayu Seto Nugroho, S.Pd., Bio.Cur., dan K.H. Mahadhevy
Tidak mudah bagi tim ini untuk menjangkau beberapa desa di kawasan ini, seperti Desa Suka Maju, Kepala Gurung, Nanga Kalis dan Kerin Nangka. Untuk sampai di Kerin Nangka yang berjarak 2 jam dari ibukota kabupaten dan 3,5 jam dari lokus Suka Maju hanya bisa dijangkau dengan sampan. Menurut Dwi Umi, kawasan Kirin Nangka menjadi Kawasan yang paling membutuhkan perhatian karena tingkat kemiskinan dan terpaan bencana banjir sampai empat kali dalam setahun. “Banjir ini menyebabkan komoditas padi dan jagung menjadi puso sehingga warga transmigrasi hanya mengandalkan hidup dari komoditas kratom,” kata Dwi Umi dalam keterangan yang dikirim ke wartawan, kamis (16/10).
Komoditas kratom (Mitragyna speciosa) ini memiliki harga jual yang rendah dibanding dari kawasan lain akibat minimnya akses jalan dan distribusi dari kawasan ke Putussibau. Namun begitu, keterbatasan pangan ini tidak menjadi penghalang bagi keluarga transmigran untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi. “Hal yang menjadi berita baik dari kawasan ini adalah adanya beberapa anak transmigran yang mampu kuliah di Jawa atau di Pontianak dengan beasiswa Kementerian Transmigrasi maupun dari biaya mandiri,” ujarnya.
Dari hasil survei lapangan dan wawancara warga serta berdiskusi dengan pemangku kepentingan setempat, kata Dwi Umi, warga transmigrasi Mentebah yang selama 20 tahun tetap bertahan di kawasan transmigrasi meski dengan kondisi tingkat kemiskinan yang parah. Umumnya warga transmigran yang masih tinggal di kawasan ini sebagian besar dari suku Jawa dan Sunda serta warga asli Kapuas Hulu. Transmigran yang semula diterjunkan sekitar 400 Kepala Keluarga di awal tahun 2005 saat ini tinggal 40-an KK. Sebagian besar kembali ke daerah asal (NTB dan Bali), Sebagian lain urbanisasi ke Putussibau atau ke Pontianak. “Semoga Kementerian Transmigrasi dan Pemerintah Daerah segera turun tangan mengakomodir rekomendasi Tim Ekspedisi Patriot ini, sebab warga transmigran di keempat kawasan sudah terlalu lama hidup dalam belenggu kemiskinan,” ungkap Dwi Umi.
Selain itu, Dwi Umi menyampaikan hasil analisis data dan rekomendasi strategi pengembangan kawasan untuk lokus Desa Kalis menunjukkan kebutuhan adanya perbaikan fasilitas jalan, pasar desa, dan pendirian fasilitas Pendidikan dan Kesehatan di lokus Suka Maju dan Kepala Gurung. Hal ini penting sebab terdapat jalan rusak parah sepanjang 7 km di Suka Maju dan 14,74 km di Kepala Gurung. Jalan rusak parah ini menghambat proses distribusi maupun mobilisasi warga ke pasar, akses pendidikan dan kesehatan. “Kedua Kawasan ini mempunyai tingkat pendidikan rendah. Sebanyak 45% hanya lulus Sekolah Dasar dan 11% tidak tamat Sekolah Dasar bahkan di Trans Kepala Gurung terdapat 11% warga tidak bersekolah,” ujarnya.
Di Desa Suka Maju, tim menyampaikan rekomendasi kebijakan khusus perlu diterapkan di Suka Maju yaitu optimalisasi lahan produksi komoditas pangan seperti padi, jagung dan singkong dengan pembangunan irigasi dan akses permodalan. Warga Trans Kepala Gurung membutuhkan kebijakan khusus berupa pencegahan urbanisasi dan insentif bagi keluarga muda yang bertahan dan mengelola lahan transmigrasi.
Sementara Rekomendasi untuk Kawasan Trans Kalis berupa pengembangan produk diferensiasi komoditas utama yaitu nanas, kelait dan hortikultura, peningkatan status Sekolah Dasar dari SD filial menjadi SD mandiri (negeri). Kebijakan khusus yang diperlukan di Kawasan ini adalah integrasi UMKM dengan koperasi desa serta pelatihan pemasaran digital (online). Kawasan ini pun mempunyai pendidikan yang masih rendah, hanya sejumlah 40% tamat SD atau tidak sekolah.
Seperti diketahui, Ekspedisi Patriot merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh Kementerian Transmigrasi dalam upaya membangun ekosistem kawasan transmigrasi yang inklusif, produktif, dan berkelanjutan. Program ini dilaksanakan sebagai solusi atas tantangan pembangunan kawasan transmigrasi yang belum sepenuhnya berbasis data dan kurangnya integrasi potensi lokal dengan desain kelembagaan ekonomi yang kuat. Ekspedisi Patriot berjumlah dua ribu orang dari tujuh Universitas di Indonesia, salah satunya Universitas Gadjah Mada. Sebelum penerjunan ke lokasi, Patriot transmigrasi ini telah mendapatkan pembekalan oleh Menteri Transmigrasi, Dr. M. Iftitah Sulaiman Suryanagara, SH.,MA. dan beberapa Menteri dari Kabinet Merah Putih di Jakarta.
Dalam pelaksanaanya, Tim Ekspedisi Patriot Mentebah ini melakukan pengambilan sampel lapangan berupa sampel komoditas unggulan kawasan transmigrasi Mentebah, yaitu Kratom (Mitragyna speciosa), pendataan komoditas pangan lainnya, pengukuran parameter lingkungan berupa suhu, kelembaban, salinitas, intensitas cahaya dan pH tanah serta air, pengambilan sampel alga di perairan lahan gambut kawasan, identifikasi dan pengambilan sampel tanaman endemik serta serangga, pendataan infrastruktur, interview mendalam terkait sosial-ekonomi dan budaya serta pemetaan wilayah, sumber daya dan kebencanaan di empat kawasan transmigrasi. Setelah data dianalisis, dilakukan forum group discussion.
Penulis : Salwa
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Tim Ekspedisi Patriot