
Permintaan global terhadap produk turunan kelapa seperti santan dan minyak kelapa murni terus meningkat. Nilai ekspor kelapa olahan diprediksi bisa melonjak drastis. Saat ini, nilai ekspor baru sekitar Rp 26 triliun dari kelapa mentah, namun dengan hilirisasi yang tepat dan pengolahan di dalam negeri, nilainya bisa meningkat hingga Rp 2.600 triliun. Lompatan nilai ini menjadi momentum strategis dalam memperkuat ekonomi pertanian nasional. Pemerintah diminta bisa menyiapkan sejumlah program untuk mendorong percepatan hilirisasi.
“Program untuk mendorong hilirisasi ini penting untuk segera dijalankan. Potensinya yang sangat besar. Pohon kelapa dijuluki The Tree of Life, semua bagian dari pohon dapat dimanfaatkan,” kata Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof. Umar Santoso, Jumat (22/8).
Umar menjelaskan bahwa hilirisasi bukan hanya mengolah bahan baku utama, tetapi juga memanfaatkan hasil samping yang saat ini belum optimal. Produk utama seperti minyak kelapa dan VCO masih bisa dikembangkan lebih lanjut, misalnya melalui industri oleokimia. Selain itu, air kelapa, sabut, tempurung, hingga kulit ari (testa) dapat diolah menjadi produk bernilai tambah. Potensi ini membuka ruang besar bagi industri kreatif dan inovasi berbasis sumber daya lokal. Dengan pemanfaatan yang tepat, hilirisasi bisa menjadi motor penggerak kesejahteraan petani. “Kalau ini diproses menjadi produk setengah jadi atau produk jadi dan diindustrikan, tentunya akan meningkatkan nilai tambah yang akhirnya menambah pendapatan industri dan petaninya,” tegasnya.
Meski teknologi pengolahan sejatinya sudah tersedia, Umar menilai tantangan utama ke depan adalah keberlanjutan bahan baku. Menurutnya, peningkatan budidaya melalui program replanting di tingkat on farm sangat penting, apalagi permintaan domestik untuk kelapa segar dan santan juga tinggi sehingga bersaing dengan kebutuhan ekspor. Situasi ini menuntut adanya perencanaan yang matang agar produksi tetap terjaga dalam jangka panjang. Tanpa langkah tersebut, hilirisasi berisiko terhambat oleh keterbatasan bahan baku. “Tantangan ke depan saya kira ada pada keberlanjutan bahan baku, karena itu peningkatan produksi melalui replanting harus menjadi prioritas,” jelasnya.
Dalam perspektif akademisi, perguruan tinggi memiliki peran strategis untuk mendukung hilirisasi. UGM, Umar, siap mendukung riset, inovasi, dan pendampingan kepada petani maupun industri. Hal ini penting agar pengembangan kelapa tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi juga berkelanjutan. Sinergi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan industri menjadi kunci keberhasilan program ini. Keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan penelitian dan pendampingan juga bisa memberi dampak langsung pada masyarakat. “Peran perguruan tinggi, termasuk UGM, sangat penting dalam mendukung program revitalisasi kelapa melalui riset dan pendampingan,” ujarnya.
Umar juga menyoroti pentingnya keterlibatan petani dalam rantai nilai industri kelapa. Menurutnya, jangan sampai keuntungan besar hanya dinikmati oleh perusahaan, sementara petani tidak mendapat bagian yang layak. Partisipasi petani perlu dijamin sejak awal agar kesejahteraan mereka tidak terabaikan. Model kemitraan yang adil dan transparan bisa menjadi salah satu solusi. “Usahakan petani juga punya saham atau diikutkan dalam usaha industri kelapa, jangan sampai perusahaan besar untung sementara petani tidak kebagian,” katanya.
Dari sisi kebijakan, Umar menilai penting untuk mengoptimalkan peran kementerian terkait serta memperkuat industri yang sudah ada. Aspirasi petani harus didengar agar kebijakan hilirisasi benar-benar berpihak pada kesejahteraan mereka. Pemerintah dituntut hadir secara konsisten dalam mengawal pelaksanaan program ini. Dengan begitu, manfaat hilirisasi tidak hanya terpusat pada industri besar, tetapi juga merata ke seluruh lapisan masyarakat. “Efektifkan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian untuk memberdayakan industri kelapa yang sudah ada, dan jangan lupa dengar aspirasi petani,” tambahnya.
Menutup pandangannya, Umar menyampaikan harapan besar terhadap masa depan hilirisasi kelapa. Ia menekankan pentingnya desain program yang matang agar kelapa dapat menjadi sumber kesejahteraan bagi petani, sekaligus memperkuat industri nasional dan menjaga pasokan domestik. Hilirisasi yang berhasil tidak hanya mendatangkan devisa, tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Dengan sinergi semua pihak, pohon kelapa bisa benar-benar menjadi simbol kesejahteraan bangsa. “Harapan kami, program besar hilirisasi kelapa ke depan sukses, bisa meningkatkan pendapatan petani, industri, mendatangkan devisa, tapi juga tetap memenuhi kebutuhan domestik,” pungkasnya.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Freepik