Sebanyak 35 pendeta dari Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) mengikuti pelatihan tentang kebhinekaan dan bina damai yang diselenggarakan oleh Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) UGM di D’Senopati Hotel Yogyakarta, 6-9 Desember lalu. ICRS merupakan konsorsium dari UGM, UIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta. Konsorsium ini bertujuan untuk mengembangkan studi keagamaan di Indonesia.
Dosen ICRS UGM, Dr. Leonard Chrysostomos Epafras, dalam keterangannya kepda wartawan, Rabu (13/12), mengatakan pelatihan untuk para pendeta ini memberikan materi yang mencakup pemahaman akan kebhinekaan agama, politik dan agama, kemunculan radikalisme berbalut agama, hubungan antar agama, agama berkait lingkungan hidup serta penghargaan akan beragama dan berkeyakinan.
Pelatihan ini menjadi bagian dari implementasi dari hasil kerja sama antara ICRS dan GPIB dalam pengembangan inklusivitas kelembagaan gereja. Pendirian GPIB juga selaras dengan ICRS yang banyak melakukan kajian tentang sejarah agama dan kajian lintas agama demi meminimalkan konflik antar umat beragama. “Saya mengapresiasi kerja sama yang dibangun oleh GPIB yang sudah bekerja sama dengan ICRS guna pengembangan inklusifitas kelembagaan gereja,” paparnya.
Sementara itu, Pendeta Imanuel E. Raintung, S.Si., M.M. selaku Ketua II Majelis Sinode menambahkan pelatihan semacam ini diharapkan bisa membantu pendeta maupun pemimpin gereja guna memahami kebhinekaan agama dan bangsa. “Kita ingin para pendeta nantinya mampu menjalin relasi di antara komunitas gereja dan masyarakat, andal pula memediasi permasalah sosial kemasyarakatan,” harapnya.
Dalam pelatihan ini diselenggarakan kunjungan ke Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPW LDII) DIY di kompleks Masjid Al Fattah Kalasan, Sleman, pada 8 Desember 2023. Pendeta Imanuel E. Raintung, S.Si., M.M., mengaku senang bisa diajak berkunjung ke kantor DPW LDII. Sebab, ia mengaku sudah berteman lama dengan Ketum dan beberapa pengurus DPP LDII, serta beberapa kali mengunjungi berbagai pondok pesantren dalam naungan LDII. Menurutnya, lewat kegiatan kunjungan ini maka para pendeta GPIB ingin mengenali lebih dekat tentang LDII dan mengetahui ragam program kerja keagamaan yang dimilikinya.”Kami atas nama Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat, di sini dalam rangka belajar tentang kebhinekaan, saya pun bersyukur tanggal 7 November lalu berkesempatan menghadiri Rapat Kerja Nasional LDII yang dibuka oleh Presiden Ir. Joko Widodo,” ungkapnya.
Ketua DPW LDII DIY, Ir. Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D., IPU. saat menerima rombongan menjelaskan tentang program pengabdian LDII diantaranya di bidang Pendidikan, Ekonomi Syariah, serta Lingkungan Hidup dan Ketahanan Pangan. Soal adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dilakukan oleh warga LDII dengan cara tidak merokok sehingga mendukung gerakan low carbon serta kerja bersungguh-sungguh dan berhemat. Selain itu, LDII DIY juga mendukung inisiasi Program Kampung Iklim sebagai kampung peduli kelestarian lingkungan hidup di beberapa tempat di Indonesia.
Atus Syahbudin menuturkan kontribusi untuk membantu mengatasi permasalahan lingkungan hidup serta dampak kerusakan dan keberhasilannya itu tidak memandang agama dan keyakinan. Selain itu, ia menjelaskan pula mengenai toleransi LDII dalam penggunaan alat pengeras suara di masjid. LDII mengupayakan untuk sebisa mungkin tidak mengganggu tetangga yang tinggal di sekitar masjid.“Kami memiliki kebijakan, salah satunya adalah suara sound system masjid tidak harus selalu keluar. Lalu, kehadiran rutin pengajian harus disiplin dan tidak diumumkan melalui toa masjid. Kami berusaha memahami dan menghargai masyarakat sekitar,” pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson