
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat melemah lebih dari satu persen pada penutupan bursa Senin (8/9) pasca pergantian Menteri Keuangan (Menkeu) menunjukkan dinamika kebijakan di tingkat pemerintah dapat langsung memengaruhi pergerakan pasar modal. Tekanan terutama datang dari saham-saham perbankan yang memiliki bobot besar dalam IHSG, sehingga setiap gejolak di sektor ini segera memberi dampak signifikan.
Ekonom UGM Dr. Rijadh Djatu Winardi, gejolak pergerakan pasar modal yang saat ini terjadi lebih banyak dipicu oleh sentimen jangka pendek, bukan perubahan fundamental. “Penurunan IHSG lebih dari 1 persen itu masih wajar, mengingat Bu Sri Mulyani dikenal sangat dekat dengan pasar dan punya reputasi yang kuat dalam menjaga disiplin fiskal. Jadi ketika diumumkan pergantian, wajar kalau ada shock kecil,” ujar Rijadh, Jumat (12/9).
Sektor perbankan disebut menjadi yang paling terpukul akibat pelemahan pasa saham ini, dikarenakan banyak bank menjadi kapitalisasi pasar terbesar di IHSG, sehingga setiap gejolak di sektor ini langsung memberi efek dominan ke indeks. Bagi Rijadh, kondisi ini memperlihatkan eratnya kaitan antara stabilitas kebijakan fiskal dengan kinerja sektor perbankan. Investor cenderung menilai bank sebagai barometer utama perekonomian sehingga setiap ketidakpastian langsung tercermin pada pergerakan saham bank. Hal ini juga menunjukkan bahwa perbankan kerap menjadi leading indicator terhadap kondisi makroekonomi nasional. “Pasar menilai stabilitas kebijakan fiskal dan moneter sangat erat kaitannya dengan perbankan. Ketika muncul ketidakpastian mengenai arah kebijakan pasca pergantian Menkeu, saham-saham bank otomatis terekspos karena dianggap sensitif terhadap risiko makroekonomi,” jelasnya.
Meski demikian, Rijadh menuturkan penurunan yang terjadi lebih mencerminkan shock jangka pendek ketimbang ancaman jangka menengah. Ia menilai pasar masih dalam tahap mencerna situasi dan belum menunjukkan tanda pelemahan mendalam terkait fundamental ekonomi. Fenomena ini sejalan dengan pola umum bahwa pasar biasanya bereaksi lebih besar pada isu politik sebelum kemudian menyesuaikan diri. Investor domestik bahkan cenderung memanfaatkan momen pelemahan untuk melakukan akumulasi pada saham-saham unggulan. Dinamika ini menggambarkan pentingnya membedakan antara reaksi sesaat dengan kondisi fundamental yang lebih stabil. “Asal pasar melihat bahwa keputusan pergantian ini tetap favorable buat market, saya kira dampaknya tidak akan berkepanjangan,” katanya.
Lebih lanjut, pergerakan pasar yang kembali menguat hingga hari ini menunjukkan bahwa optimisme investor masih terjaga. Aksi beli pada saham perbankan menandakan kepercayaan bahwa sektor ini memiliki fundamental yang kokoh. Koreksi yang sempat terjadi justru menjadi momentum bagi sebagian investor untuk masuk, sehingga arah pasar kembali positif. Dengan begitu, respon pasar dapat dibaca sebagai proses penyesuaian yang alami dalam menghadapi perubahan kebijakan. “Saham dengan profil seperti ini umumnya lebih tahan terhadap gejolak jangka pendek dan tetap menarik bagi investor jangka menengah,” ungkap Rijadh.
Di sisi lain, kesinambungan kebijakan fiskal menjadi kunci untuk menjaga stabilitas pasar. Menurut Rijadh, hal pertama yang perlu dilakukan Menteri Keuangan baru adalah memberi kepastian mengenai arah kebijakan dan menyampaikan komunikasi yang menenangkan publik maupun pelaku pasar. Hal ini mencakup kejelasan strategi jangka pendek maupun arah kebijakan fiskal jangka panjang yang konsisten. Transparansi terhadap program pemerintah akan menjadi sinyal penting bagi investor bahwa risiko dapat dikelola dengan baik. Komunikasi yang terukur dan terarah akan membantu menenangkan gejolak sentimen di pasar. “Komunikasi kebijakan memegang peranan yang sangat besar dalam menjaga sentimen positif. Pernyataan yang tidak terukur dapat keliru diterjemahkan pasar sebagai sinyal negatif,” pesannya.
Ia menambahkan, menjaga daya tarik pasar modal Indonesia di tengah ketidakpastian global maupun domestik membutuhkan konsistensi fiskal, kepastian regulasi, dan kejelasan komunikasi kebijakan. Menteri Keuangan baru juga perlu memastikan bahwa kebijakan yang diambil tetap mendukung iklim investasi yang kondusif. Selain itu, penting untuk membangun kredibilitas sejak awal agar pasar merasa yakin dengan arah kepemimpinan baru. Langkah-langkah tersebut menurutnya akan membantu mempertahankan arus modal dan mengurangi risiko volatilitas berlebihan. “Menkeu baru sudah sepatutnya menjaga stabilitas fiskal, kepastian regulasi, serta komunikasi kebijakan yang menenangkan agar kepercayaan investor tetap terjaga,” pungkas Rijadh.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Freepik dan Humas FEB UGM