
Artificial Intelligence (AI) atau yang disebut dengan akal imitasi, kini semakin marak dikembangkan dalam berbagai versi. Hal ini tentunya juga menimbulkan adanya diskusi mengenai ketegasan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebijakan atau regulasi didalamnya. Hal itu mengemuka dalam Konferensi Pers Institute of International Studies Universitas Gadjah Mada (IIS UGM) yang mempromosikan komunitas bernama STAIR Community, di Fisipol UGM pada Senin (17/2).
Dr. Suci Lestari Yuana, Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional UGM sekaligus penggerak STAIR Community, menyampaikan bahwa mereka akan menggelar Short Course atau kursus singkat yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya regulasi dan etika dalam AI di tengah tantangan sosial yang semakin kompleks di era digital.
Suci juga mengatakan bahwa STAIR tidak hanya menggabungkan sains, teknologi, dan seni, tetapi juga mengelolanya untuk kepentingan di bidang Hubungan Internasional. Dengan melihat teknologi sebagai agen yang membentuk realitas sosial dan politik, Suci mengatakan, STAIR dapat membantu peserta yang mengikutinya untuk bisa berpikir lebih kritis mengenai dampak transformasi digital terhadap masyarakat.
Sementara Dr. Okky Puspa Madasari, Research Fellow dari IIS yang juga pendiri dari OM Institute (Omong-Omong Institute), turut memaparkan mengenai hubungan teknologi dan seni dari sudut pandangnya sebagai sastrawan. Menurutnya, teknologi, seni, ilmu pengetahuan, dan hubungan internasional tidak dapat dipisahkan ketika berbicara tentang kemajuan sosial. Ia menyebut bahwa banyak persoalan yang kompleks, seperti hak cipta dan keadilan ekonomi, yang memerlukan pemahaman dari berbagai sudut pandang.
Lebih lanjut, Okky juga menekankan pentingnya kolaborasi antara universitas dan sektor swasta dalam mendorong riset dan inovasi. Menurutnya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi besar selalu melibatkan kerja sama antara kedua sektor ini. “Saya berharap short course dari STAIR ini bisa menjadi wadah bagi para peneliti, praktisi, dan pembuat kebijakan untuk bekerja sama mencari solusi terbaik bagi Indonesia,” tutupnya.
Komunitas STAIR yang didirikan sejak 2022 ini telah mengadakan banyak diskusi lintas disiplin ilmu. Topik-topik yang diangkat tidak terbatas pada mahasiswa HI, tetapi juga melibatkan seni dan teknologi. Beberapa diskusi offline yang telah dilakukan pernah membahas tentang video games, ekonomi digital, dan bahkan politik musik. Selain itu, STAIR juga telah menerbitkan beberapa buku dan working papers yang membahas peran teknologi dan seni dalam hubungan internasional.
Dalam short course yang diadakan oleh STAIR Community ini, Institute of International Studies Universitas Gadjah Mada (IIS UGM) dan Omong-Omong Institute (OM Institute) akan berkolaborasi dengan Goto Group (GoTo) dan membahas empat topik, yakni STAIR dan Pendekatan Lintas Disiplin, Teknologi dan AI dalam Kebijakan Publik, Analisis Seni dan Estetika dalam Politik Global, serta Menganalisis dan Menulis dengan Perspektif STAIR.
Penulis : Lintang
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie