Di antara para wisudawan dan senyum bangga keluarga, ada satu nama yang mencuri perhatian pada wisuda program sarjana dan sarjana terapan UGM, Kamis (27/11) lalu. Farras Ulinnuha, gadis asal Lampung ini baru saja lulus dari Program Studi Kedokteran kelas International Undergraduate Program (IUP) angkatan 2021, resmi menyandang gelar wisudawan termuda yang berhasil lulus di usia 19 tahun 8 bulan 17 hari. Padahal usia rata-rata 1.729 lulusan Program Sarjana adalah 22 tahun 6 bulan 15 hari.
Farras bercerita bahwa sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar, ia sudah mengenyam bangku sekolah lebih cepat dari teman-teman seusianya. Ia mengaku sempat mengikuti ujian nasional untuk masuk SMP saat ia masih kelas 5 SD bersama kakak kelasnya, kesempatan yang ketika itu masih diperbolehkan. “Di SD saya lulus 5 tahun, berlanjut ke SMP 3 tahun, dan kemudian saat SMA saya hanya menyelesaikan 2 tahun. Jadi Orang tua sangat bangga saya jadi wisudawan termuda,” tuturnya saat ditanyai wartawan, Kamis (4/12).
Memasuki jenjang perkuliahan di usia 16 tahun bukan hal yang mudah. Farras mengaku harus beradaptasi dengan lingkungan baru, budaya belajar yang berbeda, serta dinamika pertemanan dengan mahasiswa yang mayoritas lebih tua. Meski begitu, ia merasa beruntung karena lingkungan kedokteran UGM cukup inklusif dan membuatnya cepat menyesuaikan diri. “Di awal kuliah, penyesuaian berjalan tidak selalu mulus, tetapi perlahan saya menemukan ritme yang tepat,” kenangnya.
Ketertarikannya pada dunia kedokteran tumbuh sejak kecil. Ia kerap menemani ibunya bekerja di rumah sakit dan membantu di klinik keluarga, membuatnya familiar dengan dunia medis. Ia berharap bisa melanjutkan profesi sebagai dokter dan kembali pulang ke Lampung untuk membantu masyarakat di sana. “Jadi dari dulu saya sudah familiar dengan dunia kedokteran. Saat tahu UGM, saya pikir saya bisa belajar disana dan ingin jadi dokter agar tingkat layanan kesehatan di Indonesia bisa lebih merata,” katanya.
Memasuki dunia kampus, Farras mencoba membangun keseimbangan dengan aktif berorganisasi di lingkungan fakultas. Ia bergabung dengan organisasi Asian Medical Students Association (AMSA) dan Center for Indonesian Medical Students Activities(CIMSA), ruang yang memberinya kesempatan mempelajari hal baru di luar kelas tanpa tekanan. Ia juga bercerita saat mengikuti preklinik dan belajar anatomi, ia dan temannya mendapat kesempatan masuk ke ruang operasi bersama seorang dokter ortopedi yang mengajar mereka. “Itu momen paling berharga. Saya kagum sekali, baru awal-awal kuliah, terus bisa lihat langsung bagaimana ruang Operasi Kecil bekerja,” kenangnya.
Farras berharap perjalanan yang ia lalui dapat menjadi penyemangat bagi mahasiswa lain. Ia percaya bahwa keberhasilan tidak selalu datang dari kecepatan, melainkan dari konsistensi dan keyakinan pada proses diri sendiri. Dalam usia yang masih sangat muda, ia berhasil menutup babak panjang pendidikan sarjananya dengan membawa harapan besar untuk masa depan dan rencana kembali mengabdi di tanah kelahirannya. “Semangat. Dulu aku juga sempat desperate, tapi sekarang Alhamdulillah bisa lulus. Intinya semua orang punya timeline-nya masing-masing, jadi tetap semangat dan lakukan yang terbaik,” pungkas Farras.
Penulis : Lintang Andwyna
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Dok. Farras
