
Kondisi geopolitik di wilayah Rusia dan Ukraina, Timur tengah dan Indo-Pasifik tengah bergejolak belakangan ini. Sebagai negara yang berada di wilayah Indo-Pasifik perlu menyiapkan diri dalam menghadapi potensi konflik jika sewaktu-waktu terjadi. Hal itu ditegaskan mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI (Purn.) Prof. Dr. Marsetio dalam seminar bertajuk “Dinamika Geomaritim Kawasan Indonesia” pada Rabu (19/2) di Auditorium Gedung Pascasarjana UGM.
Menurut Marsetio, posisi Indonesia yang sangat strategis ini menjadi rentan akan potensi terjadinya konflik. “Indonesia berbatasan langsung dengan sepuluh negara tetangga, hal ini rawan menjadi konflik sebab saat ini masih belum terselesaikan,” ujarnya.
Konflik geopolitik secara global menurut Marsetio dapat terjadi pada tiga wilayah, yaitu Ukraina-Rusia, Timur Tengah, dan Indo-Pasifik. Wilayah Indo-Pasifik yang mencakup Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya dapat menjadi theater of war, utamanya dengan kondisi Tiongkok yang sedang memperebutkan hegemoni untuk menjadi negara adidaya. Menurutnya, salah satu upaya yang dilakukan Tiongkok adalah dengan menambah jumlah pangkalan angkatan laut mereka di 37 negara serta mencaplok lautan Indonesia yang ada di wilayah Laut Cina Selatan. “Saat ini saja, Tiongkok terus berupaya untuk mengejar hegemoni mereka. Diaspora mereka yang berjumlah ratusan ribu ditarik kembali setelah belajar banyak hal di negara barat untuk memajukan negeri mereka,” papar Marsetio.
Guru Besar Bidang Maritim Universitas Pertahanan ini kemudian menyebutkan Amerika Serikat membentuk wilayah Indo-Pasifik sebagai cara mereka di sektor ekonomi dan pertahanan guna menangkal pergerakan yang dilakukan oleh Tiongkok. Laut Cina Selatan juga menjadi tempat negara-negara tersebut unjuk gigi menampilkan kemampuan militer mereka. Indonesia berupaya untuk mengajak negara-negara Asia di kawasan tersebut untuk bekerja sama sehingga meminimalkan konflik yang terjadi.
Dikatakan alumnus prodi S3 Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM ini menegaskan Indonesia harus terus bersiap dalam menghadapi setiap kondisi yang mungkin terjadi dalam iklim geopolitik dunia yang saat ini berlangsung. “Kalau cinta damai, kita pun harus siap berperang,” pungkas Marsetio.
Dosen Kajian Budaya dan Media, SPs UGM, Budiawan, S.S., M.A., Ph.D. menuturkan Indonesia sebagai negara kepulauan sebenarnya belum membuat mayoritas warganya berpikir secara kemaritiman. Bahkan, untuk pemerintah Indonesia sendiri, hal ini baru dimulai semenjak reformasi dengan dibentuknya Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 1999. Untuk itu, Budiawan menyebutkan perlu perubahan pola pikir masyarakat menjadi masyarakat maritim dalam menyongsong Indonesia menuju poros maritim dunia.“Apalagi sekarang dengan kondisi geopolitik dunia diperlukan kesadaran mengenai kemaritiman,” pungkasnya.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson