Mendukung Indonesia menjadi negara maju dapat diwujudkan dengan berbagai langkah, salah satunya dengan bergerak aktif dalam memberikan bantuan ke dunia internasional. Hal ini diwujudkan dengan hadirnya organisasi Indonesian Aid yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-5.
Direktur Keuangan dan Umum dari Indonesian Aid, Vigo Widjanarko, mengatakan Indonesian Aid merupakan sebuah unit kerja di bawah Kementerian Keuangan RI yang tugasnya mengumpulkan bantuan-bantuan dari lembaga dan kementerian untuk dibagi ke negara-negara lain sebagai negara penerima.
Vigo menyebut adanya Indonesian Aid merupakan sebagai sebuah bentuk kerja sama. Namun, kerja sama ini bukan kerja sama biasa saja, melainkan levelnya sudah dalam tahap membantu mengembangkan bahkan memajukan Indonesia. “Kemajuan ini juga perlu didukung dengan pengembangan sumber daya manusianya,” kata Vigo dalam Talkshow yang bertajuk “5 Tahun Indonesian Aid: Memperkuat Ekonomi, Mempererat Diplomasi”, Selasa (19/11), di Auditorium lantai 4 Fisipol UGM.
Guru Besar Hubungan Internasional Fisipol UGM, Prof. Dr. Poppy Sulistyaning Winanti, mengatakan keberadaan Indonesian Aid bisa berpotensi menjadi tombak diplomasi ekonomi dan politik indonesia ke depan. Namun begitu, tantangan bagi Indonesian Aid untuk menjawab keraguan dari publik mengenai pentingnya pemerintah membantu negara lain. Pasalnya organisasi ini berada di naungan Kementerian Keuangan, sementara di negara lain berada di bawah Kementerian Luar Negeri.
Poppy mencoba membandingkan lembaga serupa di berbagai negara seperti Thailand dan Turki. Ia memaparkan bahwa lembaga Thailand International Cooperation Agency (TICA) berada di bawah kewenangan Kementerian Luar Negeri Thailand. Lembaga ini diberikan kewenangan untuk mengurus isu-isu yang berkenaan dengan pengembangan dan kerja sama dengan negara-negara lain, utamanya yang berada di wilayah Sungai Mekong. Hal ini, menurut Poppy, disebabkan oleh di daerah perbatasan rawan akan isu seperti isu migran dan penyakit menular. Sementara Turkish Cooperation and Coordination Agency (TIKA) milik Pemerintah Turki juga bekerja di bawah Kementerian Luar Negeri, tetapi lembaga ini cenderung stagnan disebabkan kondisi politik domestik Turki yang sering tidak kondusif. “Inilah yang menarik, bahwa keberadaan dua lembaga tersebut di bawah Kementerian Luar Negeri menunjukkan upaya mereka untuk menjadikan bantuan ini sebagai bentuk kerja sama dan diplomasi,” katanya.
Dalam pandangan Poppy, posisi Indonesian Aid yang saat ini ada di bawah Kemenkeu cenderung untuk membantu fleksibilitas lembaga dalam mengatur dana yang diberikan dan juga cara Indonesia dalam melihat bantuan ini sebagai cara masuk ke pasar negara yang dibantu.
Meskipun demikian, ia menyatakan cara ini membutuhkan kompromi sebab kebutuhan pasar dan bantuan terkadang tidak sejalan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan besar dari pihak domestik, utamanya pemerintah dan masyarakat agar kebermanfaatan Indonesian Aid dinilai baik oleh masyarakat.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie