Hidup dalam dunia yang gelap, tanpa cahaya apalagi merasakan warna-warni kehidupan nyatanya tak mematahkan asa Aulia Rachmi Kurnia (24) untuk menaklukan dunia. Gadis muda ini berhasil mendobrak bahkan meruntuhkan keterbatasan fisik sebagai penyandang disabilitas netra.
Buktinya, ia mampu mencatatkan sederet prestasi baik dalam bidang akademis maupun non-akademis. Tahun 2022 lalu ia berhasil diterima masuk UGM di Departemen Sastra Indonesia. Di tahun 2023 ini ia mensutradarai film pendek berjudul Masih Tanda Tanya yang tayang perdana pada bulan Maret 2023 lalu dan telah diputar di berbagai komunitas pencinta film tanah air.
Aulia merupakan gadis yang mulanya terlahir normal. Namun, di usia lima tahun ia mengalami sakit parah yang menyebabkan ia kehilangan pengelihatan. Hampir 20 tahun menjalani hidup tanpa bisa menikmati indahnya dunia yang penuh warna, namun ia mampu memberikan warna bagi dunia lewat karyanya.
Bagi penyandang disabilitas netra sepertinya, menjadi sutradara film bukanlah hal mudah. Sebagai sutradara ia memiliki beban besar apakah sebuah film nantinya bakal diminati penontonnya. Arahan tangannya menentukan para pemain agar berlakon sesuai karakter yang diperankan serta memastikan semua berjalan sesuai rencana dari awal hingga akhir produksi film.
Ia mengakui ada tantangan tersendiri dalam pembuatan film yang harus menggunakan bahasa visual. Kendati begitu, keterbatasan visual yang dimilikinya tak lantas membatasi langkahnya untuk berkarya. Di tengah keterbatasan itu ia bersyukur masih dikelilingi orang-orang baik yang percaya akan potensinya dan mendukung mensutradari film ini.
“Kesulitan ya pasti ada karena keterbatasan visual. Namun, sangat terbantu ada asisten sutradara yang bisa menjadi “mata” saya dan team work yang luar biasa selama produksi film,” jelasnya.
Masih Tanda Tanya ini merupakan film pertama yang disutradari Aulia. Film berdurasi 40 menit ini berkisah tentang sepasang kekasih dimana pihak laki-laki merupakan penyandang disabilitas netra. Di tengah perbedaan fisik ini cinta mereka di uji dengan adanya orang ketiga. Selain menampilkan lika-liku percintaan dua remaja dengan perbedaan fisik, film ini juga mencoba mengungkap sejumlah isu disabilitas.
“Film ini terinspirasi dari kisah teman yang juga disabilitas netra,”ungkapnya.
Perjalanan Aulia menekuni bidang perfilman bermula dari keikutsertaanya dalam sebuah kelas film di tahun 2022. Ia bersama dengan lima rekannya penyandang disabilitas netra kala itu iseng-iseng mengikuti kelas film di Yogyakarta. Kehadiran mereka dalam kelas tersebut sempat dipandang sebelah mata. Bagimana tidak, penyandang disabilitas netra dituntut untuk memproduksi karya yang identik dengan hal-hal berbau visual.
“Saat itu tutornya sempat bingung juga, kenapa difabel netra ikut kelas film. Namun, akhirnya justru mendukung karena melihat kami semangat dan menjadi mentor kami sekarang ini,”jelasnya.
Sebelumnya, pada tahun 2021 Aulia sempat terlibat dalam produksi film Seutas Asa. Ia dipercaya menjadi salah satu pemain dalam film yang juga dibuat oleh temannya penyandang disabilitas netra.
Aulia tidak pernah menyangka bisa mencapai titik ini. Menjadi sutradara film pendek tidak pernah terbesit dalam benaknya, terlebih dengan keterbatasan visual yang dimiliki.
Ia pun mengaku bangga sekaligus senang bisa mensutradari film Masih Tanda Tanya ini. Sebab, kesempatan ini menjadi pengalaman pertama baginya untuk belajar dan berkarya di bidang perfilman.
“Gak nyangka aja bisa jadi sutradara. Saya bisa belajar banyak hal tentang bagaimana proses syuting, belajar manajemen pra hingga paska produksi. Belajar matengin naskah, pengambilan gambar dan juga kerja tim,” paparnya.
Kedepan Aulia berencana akan menulis naskah film lagi dengan terus mengkampanyekan isu-isu inklusifitas khusunya disabilitas lewat film. Ia berharap lewat film bisa menginspirasi banyak orang, tidak hanya di Yogyakarta, namun juga di Indonesia bahkan dunia.
“Jangan berhenti berkarya. Sebab, berkarya itu tidak mengenal golongan, disabilitas atau bukan. Selagi ada niat kita bisa berkreasi dan yakinlah ada orang-orang yang akan mendukung kita,” pungkasnya.
Aulia merupakan salah satu mahasiswa penyandang disabilitas yang diterima kuliah di UGM. Ia berhasil membuktikan bahwa keterbatasan fisiknya tidak mematahkan asanya untuk terus berkreasi, berinovasi, dan belajar tanpa henti. Kehadiran mahasiswa penyandang disabilitas di UGM menjadi bukti nyata akan komitmen UGM mewujudkan pendidikan yang inklusif, berkeadilan dan merata bagi semua masyarakat. Komitmen UGM ini seleras dengan tujuan pencapaian pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Penulis: Ika
Foto: Firsto