Jakarta sebagai ibu kota mewadahi berbagai kegiatan industri dan tumpuan ekonomi Indonesia. Perlu adanya rancangan dan tata kelola kota yang baik, untuk menciptakan lingkungan kota yang berkelanjutan. Magister Ilmu Administrasi Publik (MAP) UGM membawa isu ini dalam webinar “Policy Forum: Mampukah Kota Pintar Mengatasi Masalah Perkotaan” pada Senin (28/8).
Jakarta Smart City merupakan konsep yang digagas sejak tahun 2014 oleh pemerintah DKI Jakarta. Konsep ini mengupayakan Jakarta sebagai kota cerdas 4.0 dengan mengoptimalisasi teknologi dan pelayanan publik bagi masyarakat Jakarta. “Syaratnya adalah kita harus mengetahui kebutuhan masyarakat. Artinya, bagaimana pemerintah hadir sebagai problem solver. Bagaimana inisiatif-inisiatif yang ada itu sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Dalam konsep ini kami memandang Jakarta dengan empat aspek, yaitu kota yang tahan pandemi, kota yang tangguh menghadapi krisis, kota yang mengimplementasikan digitalisasi, dan kota yang berkelanjutan dan layak huni,” tutur Direktur Jakarta Smart City, Yudhistira Nugraha.
“Inisiatif ini kami bentuk untuk menyelesaikan berbagai masalah perkotaan. Salah satunya kami memiliki sistem pengendalian banjir berbasis Model Machine Learning (AI). Jadi kami letakkan sensor di beberapa titik, lalu akan terbentuk data-data yang akan menjadi dasar bagi petugas melakukan intervensi dan penanganan,” ucap Yushistira. Supaya program dapat berjalan tepat sasaran, aplikasi Jakarta Smart City memungkinkan masyarakat untuk memberi pengaduan dengan cara yang praktis dan cepat. Sepanjang program ini dibentuk, Jakarta Smart City telah membantu Pemerintah Kota DKI Jakarta untuk menyelesaikan 240.000 masalah dengan tingkat penyelesaian 98%.
Rencananya, konsep Smart City ini tidak hanya diterapkan di Jakarta. Jika dapat menyelesaikan berbagai masalah perkotaan dengan baik, maka ada peluang konsep ini dapat diimplementasikan di kota-kota besar lainnya. Bambang Dwi Anggono, S.Sos, M.Eng, CEH, Direktur Layanan Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi RI menyebutkan, penerapan Smart City diperlukan namun juga penuh tantangan. “Faktanya masih banyak pemerintah daerah yang keliru soal Smart City. Konsep ini bukan sekedar brand. Juga bukan berati belajar TIK, tidak hanya sekedar mengubah kertas menjadi komputer. Tapi Smart City ini sebagai konsep penyelenggaraan kawasan melalui upaya inovatif dan terpadu,” ungkapnya.
Untuk mewujudkan Smart City di seluruh kota, pemerintah daerah menghadapi tantangan besar. Menurut Bambang, tidak adil jika daerah lain harus menyusul perkembangan Jakarta tanpa adanya bantuan dari pemerintah pusat. “Nah di sinilah kita kemudian harus guyub, ya. Kominfo sedang mengupayakan pijakan pada daerah-daerah supaya bisa menjadi dasar pengembangan Smart City. Jadi, kita tanyakan pada daerah itu, masalahnya apa. Lalu, kami coba selesaikan,” kata Bambang.
Prof. Ir. Ahmad Djunaedi, MURP., Ph.D, Dosen MAP UGM, memberikan usulan pada konsep Smart City jika ingin diterapkan di seluruh daerah. “Pertama memang political will ya, terutama pimpinan. Jadi, menyebarluaskan konsep digital leadership. Para pemimpin itu harus tahu apasih kemampuan digital. Kemudian, Smart City itu tidak hanya memanfaatkan teknologi, tapi juga melibatkan reformasi birokrasi. Ada perubahan proses kerja organisasi dan kolaborasi,” ucap Djunaedi. Menurutnya, perlu ada kerja sama dengan berbagai sektor dan pihak untuk mewujudkan Smart City di seluruh kota. Inovasi dan inisiatif juga hendaknya dirancang untuk mendorong pengembangan Smart City berbasis produksi dalam negeri.
Penulis: Tasya