
Presiden RI ke-7, Ir. Joko Widodo dan Menteri Kehutanan (Menhut) Republik Indonesia, Raja Juli Antoni, menghadiri Rapat Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-62 Fakultas Kehutanan UGM, Jumat (17/10) di Auditorium Fakultas Kehutanan. Joko Widodo sendiri hadir setelah mendapat undangan resmi dari Dekan Kehutanan. Alumnus Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 ini datang dan duduk di barisan depan bersama Menhut Raja Juli Antoni, Rektor UGM dan Ketua Komisi XIII DPR RI WIlly Aditya.
Dalam sambutannya, Raja Juli menyampaikan ucapan selamat perayaan Dies ke-62 Fakultas Kehutanan yang menurutnya sudah ikut berkontribusi dalam membangun Sektor kehutanan di Indonesia. “Terima kasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Kehutanan UGM yang memiliki kontribusi luar biasa dalam memajukan sektor kehutanan di Republik Indonesia,” katanya.
Dikatakan menhut, Fakultas Kehutanan UGM telah meluluskan banyak rimbawan yang tersebar dari Aceh hingga Papua yang telah ikut menjaga hutan. “Kita ingin kerja sama yang lebih erat agar hutan tetap lestari dan masyarakat lebih sejahtera,” ujarnya.
Raja Juli juga menyoroti transformasi digital di sektor kehutanan yang tengah diakselerasi oleh pemerintah. Menurutnya, sistem digital terpadu diperlukan untuk meminimalkan konflik tata kelola lahan dan memperkuat transparansi pengelolaan sumber daya alam. “Kami sedang membangun satu platform nasional agar seluruh perizinan dan pemetaan hutan dapat diakses secara terbuka. Dengan demikian, kebijakan kehutanan akan semakin berbasis data dan akuntabel,” jelasnya.
Selain itu, Menteri Kehutanan menegaskan komitmen pemerintah terhadap mitigasi perubahan iklim melalui perluasan perhutanan sosial dan pasar karbon. Ia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan skema ekonomi hijau melalui restorasi ekosistem. “Kita ingin mengubah paradigma bisnis dari yang menebang menjadi menanam. Dengan dukungan investasi karbon, sektor kehutanan dapat menjadi lokomotif ekonomi hijau yang mensejahterakan masyarakat,” tuturnya.
Raja Juli juga menyinggung pentingnya pelibatan masyarakat adat dalam pelestarian hutan. Ia menilai, masyarakat adat memiliki kearifan lokal yang terbukti efektif menjaga ekosistem hutan selama ratusan tahun. “Mereka adalah penjaga terbaik hutan Indonesia. Pemerintah berkomitmen mempercepat legalisasi hutan adat agar hak-hak mereka terlindungi dan menjadi bagian dari sistem kehutanan nasional,” katanya.
Rektor UGM, Prof. Ova Emilia dalam sambutannya menekankan bahwa pendidikan tinggi berperan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia unggul untuk keberlanjutan sektor kehutanan. Ia menilai, transformasi pendidikan menjadi keharusan di tengah kompleksitas tantangan global. “Reinventing pendidikan kehutanan harus dilakukan agar lulusan kita tidak hanya mampu mengelola hutan, tetapi juga berperan dalam mitigasi perubahan iklim dan inovasi ekonomi hijau,” ujar Rektor.
Rektor juga menyoroti pentingnya penguatan sumber daya manusia unggul di bidang kehutanan sebagai pilar pencapaian target Net Zero Emission 2060. Ia menyebut Fakultas Kehutanan UGM telah menjadi contoh dalam mengintegrasikan teknologi modern, kerja lintas disiplin, dan pemberdayaan masyarakat melalui riset-riset aplikatif. “Fakultas Kehutanan UGM berperan penting dalam mencetak SDM yang tidak hanya memahami aspek teknis, tetapi juga memiliki kepedulian sosial dan kemampuan adaptif terhadap perubahan global,” tuturnya.
Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Ir. Sigit Sunarta, Ph,D., IPU dalam laporan tahunan menegaskan bahwa fakultas tengah mengimplementasikan kerangka kerja Impactful Forestry Higher Education Framework (Im-For-Etik) sebagai panduan transformasi pendidikan. “Kerangka ini bertujuan menciptakan green leaders, mengembangkan riset translasional, dan membangun pengabdian masyarakat yang transformatif,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa proses reinventing juga diwujudkan melalui redesain kurikulum dan penguatan ekosistem riset berbasis lapangan. Fakultas Kehutanan UGM kini mengelola Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) sebagai laboratorium hidup untuk inovasi kebijakan, restorasi ekosistem, serta pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. “Melalui teaching forest, mahasiswa belajar langsung dari lapangan agar mampu merancang solusi nyata atas tantangan kehutanan masa depan,” ujar Dekan.
Menutup sidang senat terbuka, Ketua Senat Akademik Fakultas Kehutanan, Prof. San Afri Awang, menyampaikan refleksi mengenai pentingnya kesinambungan kebijakan kehutanan antar periode pemerintahan. Ia menilai sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat menjadi fondasi bagi sistem kehutanan nasional yang adil dan berkelanjutan. “Kebijakan kehutanan seharusnya tidak berhenti di pergantian rezim, tetapi harus berjalan konsisten dan berpihak pada rakyat,” tegasnya.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Firsto