Prof. Ir. Dyah Maharani, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Pemuliaan Ternak pada Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Ia kini menjadi satu dari 399 guru besar aktif di UGM, dan satu dari 19 guru besar aktif di Fakultas Peternakan UGM.
Pada upacara pengukuhan yang berlangsung Selasa (15/8) di Balai Senat UGM, ia menyampaikan pidato berjudul “Model Perbibitan dan Program Breeding untuk Ternak Lokal di Indonesia”. Ia menerangkan, sektor peternakan memainkan peran penting dalam kontribusi ekonomi Indonesia. Di samping itu, sub sektor peternakan mempunyai peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penyediaan dan pemenuhan protein asal ternak.
Pemenuhan kebutuhan protein asal ternak, menurut Dyah, dapat terpenuhi jika usaha peternakan berjalan baik dan berkelanjutan. Dalam pidatonya, ia memaparkan beberapa model dan program breeding yang sesuai untuk perbibitan ternak lokal di Indonesia.
“Perbibitan merupakan pilar penting dalam usaha ternak. Untuk mendapat bibit yang berkualitas secara berkelanjutan diperlukan suatu program breeding yang mampu menjamin mutu genetik bibit yang akan dihasilkan,” tuturnya.
Salah satu model perbibitan yang dijelaskan adalah Kawasan Sentra Perbibitan Ternak (KSPT) Berbasis Korporasi, suatu konsep model pengembangan agribisnis perbibitan ternak yang berfokus pada pengelolaan terpadu dan terintegrasi dari lahan dan sumber daya alam untuk tujuan pengembangan ternak lokal secara profesional.
Model KSPT ini dapat dibuat atau diterapkan baik oleh asosiasi peternak atau perusahaan swasta di kawasan sumber bibit yang sudah ditetapkan oleh pemerintah yang memiliki ekosistem yang berbasis agribisnis yang dekat dengan pasar atau konsumen.
Selain itu, ada juga model perbibitan berbasis Community-Breeding Program (CBP), yang dirancang untuk melakukan kegiatan pemuliaan yang terorganisir di desa atau komunitas peternak. Dalam model ini program pemuliaan direncanakan, didesain, dan dilaksanakan oleh peternak kecil secara individu atau bekerja sama dengan pemangku kepentingan teknis untuk meningkatkan kualitas genetik ternak mereka.
“Model perbibitan CBP cocok untuk ternak lokal di wilayah sumber bibit di Indonesia bagian Timur atau wilayah yang terpencil dari akses pasar dan memiliki skala peternakan rakyat, sedangkan model KSPT lebih cocok diterapkan di wilayah Jawa dan wilayah sumber bibit lain yang memiliki ekosistem agribisnis berbasis pada pasar atau konsumen. Untuk wilayah sumber bibit yang berdekatan dengan perusahaan kelapa sawit seperti di Sumatera dan Kalimantan, model perbibitan yang sesuai adalah pola integrasi seperti SISKA,” paparnya.
Program breeding yang direkomendasikan untuk menghasilkan bibit unggul murni adalah closed nucleus breeding, sedangkan untuk bibit unggul silangan, open nucleus breeding lebih sesuai. Untuk program persilangan, pemerintah menurutnya perlu mengatur komposisi bangsa ternak yang akan disilangkan agar tujuan perbibitan di Indonesia jelas dan terarah.
Metode seleksi gabungan antara pendekatan kuantitatif konvensional dan molekuler direkomendasikan di model KSPT dan CBP, bergantung pada fasilitas, dana dan sumber daya manusia yang tersedia.
“Model perbibitan dan program breeding yang sudah dipetakan kesesuaiannya sebaiknya dibuat oleh pemerintah pusat dan diimplementasikan di seluruh wilayah sumber bibit secara terarah dan berkelanjutan dengan dukungan dana, kebijakan, serta melibatkan stakeholders termasuk peternak, ilmuwan pemuliaan baik dari perguruan tinggi atau lembaga riset, instansi pemerintah dan non pemerintah serta konsumen,” kata Dyah.
Penulis: Gloria
Fotografer: Firsto