Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 memprioritaskan pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) di 6 kota metropolitan yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Pembangunan sistem BRT merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah kemacetan yang menimbulkan dampak buruk terhadap kualitas udara, kesehatan masyarakat, daya tarik kota, dan nilai ekonomi.
Layanan BRT yang dapat diandalkan dan memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) dinilai dapat menjadi daya tarik masyarakat untuk berpindah dari penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan masal. Lembaga pengelola BRT dengan didukung pemangku kepentingan bertanggungjawab terhadap ketersediaan layanan BRT yang sesuai SPM.
Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM saat ini tengah mendukung proyek UK-PACT (United Kingdom – Partnering for Accelerated Climate Transitions), bekerja sama dengan berbagai lembaga diantaranya Stockholm Environment Institute, The University of York, Clean Air Asia, dan UN Environment. Kegiatan yang dilaksanakan dalam perioda Oktober 2022 sampai dengan Maret 2023 terbagi menjadi term kegiatan.
Pertama, desk study yang menguraikan berbagai alternatif bentuk lembaga pengelola BRT yang telah diterapkan di beberapa sistem BRT di Indonesia termasuk berdasarkan informasi dari beberapa referensi. Kedua, rekomendasi tindak lanjut terhadap pilihan bentuk lembaga oleh Pemerintah Provinsi Sumatra. Meliputi prinsip dasar lembaga pengelola BRT, berbagai kajian/dokumen yang perlu disediakan dan indikasi kebutuhan peningkatan kapasitas SDM dan lembaga.
Berdasarkan permintaan dari Pemerintah Provinsi Sumatra Utara, Proyek UK-PACT melaksanakan peningkatan kapasitas dan bantuan teknis untuk proses pembentukan lembaga pengelola BRT Metropolitan Medan (Mebidang). Hal ini dilaksanakan untuk mengisi kekosongan sebelum program peningkatan kapasitas lembaga dari World Bank dimulai.
Lembaga pengelola BRT Mebidang diharapkan menjadi cikal bakal terbentuknya Otoritas Transportasi Terintegrasi (Integrated Transport Authority atau ITA) yang akan berperan dalam pengelolaan transportasi yang terintegrasi dan berkelanjutan. Dengan demikian diharapkan transportasi umum dapat menjadi pilihan utama yang dapat diandalkan masyarakat dalam bermobilitas.
Mengingat pentingnya peran lembaga pengelola transportasi umum dalam upaya mendorong perpindahahan dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi massal, UK-PACT menyelenggarakan webinar sebagai pertukaran informasi (information sharing) tentang Peran Lembaga pengelola BRT untuk Menuju Pengelolaan Transportasi Umum yang Terpadu dan Berkelanjutan. Selain untuk memahami pandangan atau arahan dari pemerintah pusat (Kemenhub dan/atau Bappenas) tentang peran lembaga pengelola BRT, webinar digelar untuk menyampaikan hasil desk study proyek UK-PACT tentang lembaga pengelola BRT yang meliputi prinsip dasar lembaga pengelola transportasi umum, berbagai pilihan bentuk Lembaga, dan hal-hal yang perlu ditindaklanjuti. dan 3) Memahami dinamika proses pembentukan Lembaga BRT di Mebidang yang dapat dijadikan pertimbangan bagi kota-kota lain dalam mempersiapkan lembaga yang sama.
Webinar yang dilaksanakan pada hari Rabu (28/2), diharapkan juga sebagai forum untuk memahami dinamika proses pembentukan Lembaga BRT di Mebidang yang dapat dijadikan pertimbangan bagi kota-kota lain dalam mempersiapkan lembaga yang sama. Webinar dibuka oleh Ir. N.G.A. Restiti S. Sekartini, M.Com., Deputy Project Lead selaku moderator.
Beberapa pembicara yang sumbang pendapat diantaranya Dr. Gary Haq selaku Team Leader of Consortium University of York for UK-PACT Future Cities menyampaikan konteks webinar sebagai salah satu lingkup kajian UK-PACT. Hans Carlson, selaku Indonesia Mass Transit Project (MASTRAN) Institution Development Specialist yang menyampaikan salah satu lingkup kajian MASTRAN untuk mendukung sistem Bus Rapid Transit (BRT) di Medan dan Bandung.
Menurut Hans Carlson bagian penting dari pengembangan model BRT terkait persoalan sub kontrak dan kontrak layanan operasi dan pemeliharaan bus. Disebutnya pengumpulan tarif dapat dilakukan melalui entitas legal yang terpisah, dan isu yang perlu dicermati adalah kurangnya kapasitas fiskal untuk implementasi angkutan umum massal, penggunaan pendanaan inovatif yang terbatas, serta kurangnya integrasi perjalanan penumpang dengan perencanaan kota.
“Aspek yang diindikasikan perlu dikembangkan dalam peningkatan kapasitas mencakup pengembangan kelembagaan, peraturan perundangan angkutan perkotaan, perencanaan dan manajemen angkutan umum, manajemen industri, komunikasi dan manajemen stakeholder, serta jaminan sosial dan lingkungan,” ucap Hans Carlson.
Dr. Ir. Arif Wismadi. M.Sc, selaku Project Lead dari Pustral UGM, Consortium of University of York for UK PACT Future Cities menyatakan terdapat beberapa skema kelembagaan yang dapat dibentuk untuk menjalankan program BRT, diantaranya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Semua pilihan mengindikasikan bahwa perlu dilakukan transisi terkait pendanaan aset dan penanggungjawabnya.
“Terdapat indikasi bahwa lembaga yang yang akan menangani berbentuk BUMD. Perlu beberapa persiapan pembentukan BUMD sebagai Perseroan Terbatas (PT), diantaranya konsolidasi aspek legal, reviu bisnis inti, reviu peraturan daerah tentang pembentukan BUMD, model kerja sama, pertemuan shareholders, dan penandatanganan peraturan oleh Gubernur,” terangnya.
Sementara itu, Iman Sukandar, A.MTRD. S.SIT., M.T., selaku Kepala Sub Direktorat Transportasi Perkotaan, Direktorat Angkutan Jalan, Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan mengungkapkan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah diperlukan untuk mendukung sebagai partner strategis untuk menghasilkan sistem transportasi umum yang efektif dan berkelanjutan. Sistem transpotarsi massal yang layak akan menarik masyarakat untuk menggunakan layanan tersebut.
Aspek penting untuk menyukseskan reformasi transportasi daerah, menurutnya meliputi standar layanan, infrastruktur yang layak, serta layanan yang inklusif dan terintegrasi dengan moda lain. Pengembangan layanan angkutan umum ini, dalam pandangannya memerlukan dukungan pendanaan yang besar, sehingga Pemerintah Daerah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengimplementasikan sistem transportasi massal di Metropolitan Medan dan Bandung.
“Pemerintah Daerah sangat penting perannya untuk meningkatkan sumber daya manusia untuk menghasilkan manajemen kelembagaan BRT yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Darwin Purba selaku Transportation Senior Expert of Clean Air Asia Represents North Sumatra Province Transport Agency menerangkan konsep pengembangan BRT di Sumatera Utara berbasis pada laporan Sustainable Urban Mobility Plan (SUMP), dan kajian UK-PACT terkait pilihan kelembagaan dan model transisi. Tantangan implementasi di Sumatera Utara berbasis rekomendasi UK-PACT adalah kondisi politik untuk menjalankan transisi kelembagaan.
“Tantangan internal juga ada, yaitu terjadi diantaranya berupa seleksi operator, penyiapan sumber daya manusia, dan struktur organisasi. Sementara pada sisi eksternal, tantangan yang terjadi berupa koordinasi dengan pihak terkait,” paparnya.
Acara webinar dihadiri oleh peserta dari Kementerian Perhubungan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, serta Project Management Consultant, World Bank.
Penulis: Agung Nugroho
Foto: Liputan6.com