Sebanyak 86 akademisi dari lima negara mengunjungi pusat pengolahan sampah dan penyimpanan bibit padi dan tanaman hortikultura, Selasa (23/7) di kompleks Pusat Inovasi Agroteknologi yang terletak di Berbah, Kalitirto Sleman. Kelima negara tersebut berasal dari Indonesia, Filipina, Taiwan, Thailand, dan Meksiko. Kunjungan ini dalam rangka memperkenalkan kontribusi perguruan tinggi dalam mendukung program kampus hijau dan capaian target tujuan pembangunan berkelanjutan.
Kepala Satuan Penjaminan Mutu dan Reputasi Universitas (SPMRU) UGM, Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma, M.B.A., mengatakan kunjungan dari para akademisi ini menjadi salah satu rangkaian kegiatan ‘Regional Workshop on UI GreenMetric World University Rankings for Universities in Asia-Pacific. “Kunjungan ini untuk melihat best practice tata kelola kampus berbasis penerapan nilai-nilai keberlanjutan,” kata Indra.
Indra menyebutkan para peserta sangat terkesan dengan kegiatan pengolahan sampah yang dilakukan oleh UGM terkait pengolahan sampah plastik dan pengolahan sampah organik. “Ternyata mereka terkesan di luar negeri tidak banyak,” katanya.
Melalui kunjungan ini,kata Indra, bisa meningkatkan komitmen kampus dalam program kampus hijau dan tujuan pembangunan berkelanjutan sampin untuk mendorong reputasi pemeringkatan universitas dari UI Greenmetric. “Kita ingin meningkatkan awareness soal pembangunan kampus hijau. Jika selama ini kita hanya memberi laporan saja dalam penilaian tersebut namun kali ini kita mengajak mereka meninjau langsung,” paparnya.
Salah satu peserta dari Central Bicol State University of Agriculture, Filipina, DinoJose M.Relativo mengatakan dirinya sangat tertarik dan terkesan degan pengelolaan sampah di PIAT UGM. “Karena di UI Greenmetrics, ada soal pengelolaan sampah. Karena sampah ini adalah masalah universal, jadi bagaimana kontribusi kampus menangani sampah, terutama sampah yang berasal dari kota,” jelasnya.
Menurutnya, hampir seluruh kota di dunia memiliki masalah sampah sehingga setiap kampus perlu memberikan kontribusi, setidaknya mampu mengolah sampah sendiri. “Dari sampah kita sendiri. Jika kita bisa mengolah atau mengelola sampah sendiri, maka kita bisa sebarkan kabar baik ini ke masyarakat,” katanya.
Loberanos menyampaikan bahwa Filipina memang saat ini tidak memiliki persoalan dengan sampah seperti yang dihadapi kota besar di Indonesia, namun baginya tapi tetap saja akan ada waktu persoalan ini akan juga terjadi. “Tetap akan ada dan efeknya itu adalah produk sampah yang harus kita kurangi. Tentu saja pengelolaan sampah adalah salah satu yang menjadi solusinya,” katanya.
Penulis: Gusti Grehenson
Foto: Donnie