Kebakaran lahan di Los Angeles, California Selatan, Amerika Serikat (AS) yang melanda sejak 7 Januari lalu masih belum juga selesai dipadam bahkan cenderung meluas akibat angin kencang. Pemerintah setempat telah melakukan evakuasi lebih dari 180 ribu orang dan menelan korban setidaknya 28 orang yang meninggal, ribuan rumah puluhan ribu hektar lahan hangus terbakar. Bahkan baru-baru ini, kebakaran hutan juga terjadi di utara Los Angeles seluas 8000 hektar lahan sehingga dilakukan evakuasi lebih dari 19 ribu orang.
Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Prof. Priyono Suryanto, S.Hut., M.P., Ph.D., menuturkan bencana kebakaran hutan di Los Angeles ini menjadi peringatan bagi masyarakat dunia bahwa dampak dari perubahan iklim dan pemanasan global akibat deforestasi sangat nyata. “Kebakaran hutan di California, tidak bisa dibaca dengan menggunakan satu sudut pandang sehingga faktornya tidak tunggal, namun sudah akumulasi komplek kehidupan super modern,” kata Priyono, Jumat (24/1).
Di kehidupan modern, kata Priyono, infrastruktur alam seperti keberadaan sungai, anak sungai, performa bukit, ruang khusus habitat, ruang tumbuh selalu diabaikan. Sebaliknya justru dibangun adalah infrastruktur modern dengan menegasikan infrastruktur alam. Padahal, tata kelola hutan dan kehutanan yang mengembalikan poros kehidupan. “Selagi laju deforestasi tidak bisa dikendalikan dan juga dikejar dengan aksi-aksi rehabilitasi maka sebenarnya dengan kesadaran penuh kita sedang menunggu ‘sabda-sabda alam’ dengan adanya bencana semacam ini,”katanya.
Adanya kebakaran hutan dan bencana lainnya seperti banjir, longsor menurutnya Priyono menjadi petunjuk bahwa kehidupan harmoni antara manusia dengan alam seimbang. “Banyaknya ragam bencana alam sudah cukup menjadi alarm bagi tata kehidupan untuk kita kembali harmoni dengan kesemestaan secara utuh,” tegasnya.
Dosen Fakultas Kehutanan ini mengharapkan agar masyarakat, pemerintah, swasta untuk mendukung aksi-aksi mitigasi perubahan iklim untuk menjaga keseimbangan kehidupan manusia dengan hutan. “Perlu adanya kesadaran global baru yang mendorong aksi kemanusian global yaitu Sedekah Ekologi. Sedekah ekologi selama ini dipinggirkan ekstrimnya selalu diabaikan, seandainya ada itu hanya sebagian kecil saja,” katanya Ketua Umum Masyarakat Agroforestri Indonesia (MAFI).
Sedekah Ekologi yang dimaksud oleh Priyono tidak sebatas program rehabilitasi lahan atau aksi reboisasi namun diperluas dimana desain arsitektur pembangunan yang dihasilkan memberikan jaminan tumbuh dan berkembangnya instrumen-instrumen alam seperti hutan, sungai dan ruang habitat alam lainnya.
Penulis : Tiefany
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Bloomberg dan Times of India