Donald Trump akan dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat pada 20 Januari mendatang. Namun sebelum resmi menjabat sebagai Presiden, Trump sudah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengusik tatanan global. Ia mengatakan hendak memasukkan Greenland yang merupakan wilayah Denmark ke wilayah Amerika Serikat, yaitu Washington yang akan mengenakan tarif yang lebih tinggi kepada Denmark jika mencegah Greenland bergabung dengan Amerika Serikat. Di sisi lain pada bulan November yang lalu, Donald Trump yang memenangi pemilihan presiden Amerika Serikat melontarkan keinginannya untuk menjadikan Kanada sebagai negara bagian ke-51 Amerika Serikat.
Selain itu, kebijakan perang tarif yang akan dikenakan oleh Donald Trump dinilai berpotensi akan menekan aktivitas produksi di negara-negara produsen utama seperti Tiongkok, Meksiko, dan Kanada. Kondisi tersebut, bisa menghambat Indonesia untuk menuai manfaat dari keanggotaan BRICS atau kelompok dari negara-negara yang semula hanya beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.
Pengamat kebijakan hubungan internasional UGM, Prof. Dr. Nur Rachmat Yuliantoro mengatakan adanya kebijakan perang tarif dapat mengganggu stabilitas ekonomi global dengan meningkatkan ketidakpastian perdagangan. Bahkan iklim investasi juga mungkin akan terganggu, karena investor cenderung menghindari risiko.
Sebagai konsekuensinya, kondisi ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia. Pasalnya, keanggotaan penuh Indonesia di BRICS berpotensi menaikkan nilai tawar Indonesia dalam menghadapi kebijakan proteksionis Amerika Serikat di masa pemerintahan kedua Trump. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia dapat memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi dengan para anggota BRICS lainnya sehingga bisa mengembangkan pasar lebih jauh. “Bergabung dengan BRICS diharapkan bisa meningkatkan postur kekuatan dan daya saing Indonesia di kancah global, “ kata Rachmat dalam keterangan kepada wartawan, Selasa (14/1).
Selain itu, Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada juga menilai rencana kebijakan Trump tersebut juga berisiko pada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, karena terganggunya aliran investasi dan perdagangan terganggu akibat perang tarif. “Perlu adanya penguatan dasar-dasar ekonomi, termasuk menjaga tingkat inflasi dan meningkatkan cadangan devisa negara,” jelasnya.
Belum selesai di situ, kebijakan perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok, Meksiko, dan Kanada tentu akan memberikan peluang, tetapi juga terdapat adanya tantangan bagi ekonomi Indonesia. Jika tarif tinggi dikenakan pada produk Tiongkok, misalnya Indonesia dapat menawarkan alternatif produk. Namun, jika kebijakan Donald Trump membuat ekonomi global melambat, permintaan untuk produk alternatif itu juga bisa turun. “Inovasi adalah kata kunci untuk membuat produk Indonesia semakin berkualitas sehingga daya saing global juga meningkat,” pungkasnya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson