Jaringan listrik dan telekomunikasi serta pasokan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah wilayah terdampak bencana di Provinsi Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat masih menjadi kendala utama. Hal ini menghambat upaya pemulihan dan penanganan bencana hingga turut menghambat evakuasi korban.
Di beberapa titik lokasi terdampak bencana, antrean panjang warga mencari bahan bakar minyak (BBM) masih terlihat di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Krisis BBM tidak hanya dirasakan warga yang ingin melakukan perjalanan, tetapi juga petugas yang akan mencari korban bencana atau mendistribusikan bantuan ke wilayah terdampak. Minimnya pasokan BBM juga membuat sejumlah alat berat dan transportasi logistik tidak bisa beroperasi optimal.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Dr. Fahmy Radhi, MBA mengatakan tidak banyak yang bisa dikerjakan PLN, Pertamina dan Telkom pasca banjir bandang dan tanah longsor. Meski jika dalam kondisi normal, supply chain ketiganya sudah terbukti mampu menjangkau berbagai wilayah, termasuk di sejumlah lokasi terpencil sekalipun. “Bagaimanapun pasca bencana banjir bandang dan longsor menjadikan pasokan terhambat yang lebih disebabkan rusaknya infrastruktur yang menghancurkan akses pasokan yang biasa dilakukan ketiganya,” ujarnya di Kampus UGM, Jum’at (12/12).
Fahmy menuturkan tanpa perbaikan infrastruktur maka yang bisa dilakukan Pertamina, Telkom dan PLN hanyalah bersifat solusi temporary. Bukan disebabkan soal keterbatasan anggaran atau efisiensi, melainkan banyaknya akses infrastruktur terputus sehingga menghambat penyaluran bantuan. “Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan sesungguhnya menyediakan dana tidak terbatas. Masalahnya, akses infrastruktur yang dibutuhkan penyaluran bantuan terputus, sehingga dibutuhkan waktu perbaikan infrastruktur untuk membuka akses,” terangnya.
Fahmy mengakui dengan kerusakan infrastruktur yang hampir merata menjadikan penyaluran bantuan dan penanganan korban tidak bisa secepat yang diharapkan. Bahkan perbaikan infrastruktur sebagai salah satu prioritas setidaknya memerlukan waktu lebih dari satu bulan untuk proses perbaikan. “Tapi infrastruktur ini penting karena akan membuka banyak akses sehingga membantu proses bantuan dan penanganan korban,” tutupnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Antara
