Data menyebutkan, Indonesia berada pada urutan 69 dari 113 negara. Padahal, secara geografis Indonesia merupakan negara maritim, di mana sektor agraris berperan penting. Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia tengah mengupayakan pengembangan ketahanan pangan melalui koperasi. Hal ini disampaikan langsung oleh Ir. Arif Rahman Hakim, M.S selaku Sekretaris Menteri Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia pada kuliah umum Jumat (24/11) di Fakultas Pertanian UGM.
Kuliah umum yang bertajuk “Kebijakan Kementerian Koperasi dan UKM dalam Mendukung Ketahanan dan Kemandirian Pangan di Indonesia” ini sekaligus menjadi titik mulainya kerja sama UGM dengan Kementerian Koperasi dan UKM melalui penandatanganan MoU. Nantinya, MoU ini akan menjadi katalisator dalam program-program berkelanjutan yang digerakkan dalam sektor koperasi dan UKM. “Kebijakan Kementerian ini saya kira sudah sangat mendukung dan komprehensif. Apalagi kedepannya, kita akan menjadikan koperasi sebagai tulang punggung ekonomi dan inilah yang harus kita dorong bersama-sama,” ucap Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG., Ph.D.
“Kalau kita lihat dari data ini ada 127.124 unit koperasi. Dan ini ada 89% di tingkat kabupaten, provinsi, 6,35%, dan di tingkat nasional 4,06%. Sebagian besar, 90% koperasi ini masih di skala usaha mikro, dan omzetnya masih dibawah dua milyar. Jadi memang produktivitasnya masih rendah, ini yang menjadi tantangan kita semua,” tutur Arif. Unit koperasi sejak tahun 2018 telah mengalami penurunan drastis. Dan setelah pandemi, perlahan-lahan jumlah unit koperasi mulai naik namun belum melampaui jumlah di tahun 2016. Sedangkan minat terhadap koperasi dinilai semakin turun.
Arif menjelaskan, koperasi memiliki potensi yang besar untuk berkembang jika ada pendampingan. Pemerintah sendiri telah menganggarkan 40% biaya untuk belanja produk UMKM. Jadi pelaku UMKM sebenarnya tidak perlu bingung ketika akan membuka usaha. Karena pemerintah memiliki kewajiban untuk membeli produk UMKM. Ia juga menyayangkan kondisi pasar Indonesia yang tidak didominasi oleh produk dalam negeri. Persoalan ini perlu segera ditangani agar UMKM bisa menjadi kontributor utama ekonomi nasional di tahun 2024 nanti.
“Data kami ini menyebutkan bahwa 51% UMKM masih terkendala pembiayaan. 34,7% terkendala akses pemasaran. Dan 8,5% terkendala akses bahan baku. Menghadapi profil yang seperti itu, pemerintah melakukan serangkaian kebijakan. Salah satunya adalah meningkatkan kontribusi koperasi dan UKM yang produktif,” ujar Arif.
Kunci utama dalam membangun pangan yang berdaya adalah dengan mengajak masyarakat turut berkontribusi, khususnya kalangan anak muda. Saat ini, ketertarikan anak muda dalam membangun usaha ataupun berkecimpung di koperasi masih sangat rendah. Maka perlu adanya kebaruan yang bisa menarik kelompok muda.
Pemerintah telah mencanangkan target 30 juta pelaku UMKM Go Digital pada tahun 2024. Target ini bukan perkara mudah untuk diimplementasikan pada skala usaha mikro, apalagi usaha yang masih berpenghasilan rendah dan belum memanfaatkan teknologi digital. Sedangkan menurut Arif, Go Digital adalah salah satu cara untuk menarik anak muda ke dunia UMKM.
“Kami memiliki tujuan untuk mewujudkan koperasi yang berkualitas dan modern. Jadi mulai tahun 2020-2024, tidak muluk-muluk kita ingin menjadikan paling tidak dalam satu kabupaten ada koperasi ideal atau yang dijadikan percontohan. Sehingga bisa mendorong anak-anak muda memilih badan usahanya itu kontras. Karena kita memiliki kekayaan alam yang cukup untuk dikelola, dan jika badan usahanya koperasi, maka akan sangat cocok untuk kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Penulis: Tasya