Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah resmi disahkan pada 9 Mei 2022 silam. Hadirnya UU TPKS ini memberikan harapan besar bagi penuntasan berbagai kasus kekerasan seksual, terutama untuk melindungi perempuan dan anak di Indonesia, termasuk di lingkungan kampus/perguruan tinggi.
Tidak dipungkiri hingga saat ini tindak kekerasan seksual masih dijumpai di lingkungan kampus. Data survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada tahun 2020 mencatat kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan dan 27 % dari aduan terjadi di universitas.
Melihat hal ini Kemendikbudristek menerbitkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Satuan Petugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) pun dibentuk sebagai upaya perlindungan perempuan dari kekerasan seksual di perguruan tinggi. Berdasar data Pusat Penguatan Karakter Kemendikbud tahun 2023, menunjukkan bahwa seluruh Universitas Negeri 100% sudah membentuk Satgas PPKS, 109 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sedang berproses membentuk satgas PPKS, dan 20 PTS telah membentuk Satgas PPKS.
Dengan disahkannya Undang-Undang TPKS dan disahkannya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dapat menghubungkan Unit Layanan PPPA yang sudah terbentuk di pemerintah daerah agar unit layanan kampus dapat memasukkan data kekerasan seksual di PTN/PTS pada aplikasi simponi PPA.
Dalam upaya peningkatan kapasitas Satgas PPKS di Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sementara bekerja sama dengan Satgas Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM menyelenggarakan bimbingan teknis (bimtek) penerapan UU TPKS di perguruan tinggi DIY pada 5-6 Desember di Hotel Sheraton Yogyakarta.
Ketua panitia bimtek, Istiqomah Yungsiana, M.Psi., Psikolog., mengatakan bimtek diikuti 120 peserta dari 30 perguruan tinggi di DIY dan sekitarnya. Dari setiap perguruan tinggi masing -masing perwakilan 4 orang yang terdiri dari 2 Dosen (laki dan Perempuan), 2 mahasiswa Satgas PPKS.
“Bimtek dilaksanakan dalam sembilan sesi yang menghadirkan sejumlah narasumber antara lain dari Kemendikbudristek, Kementerian PPPA, Satgas PPKS UGM, dan Aliansi Laki-Laki Baru,”jelasnya.
Pada sesi 1 menghadirkan narasumber Dr. Chatarina Muliana, S.H., S.E.,M.H. (Irjen Kemendikbudristek RI) yang menyampaikan paparan tentang Pentingnya Membangun Sinergi internal dan eksternal Universitas dalam Penanganan KS dan Ratna Susianawati, S.H., M.H (Ketua Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan) menyampaikan soal Kekerasan di Kampus dan Tantangan Penanganannya.
Berikutnya di sesi 2 menghadirkan narasumber dr. Wika Hartanti., MIH dengan paparan terkait Pengenalan Kekerasan Seksual, Identifikasi Berbagai Persoalan Dalam Penanganan KS di Universitas.
Lalu sesi 3 membahas tentang Mekanisme Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Berdasarkan Permendikbudristek 30/2023 dan UU TPKS sebagai Tindak Pidana Khusus dengan menghadirkan narasumber Subiyantoro, S.H., M.Si. (Inspektur IV (Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) yang dan Eni Widiyanti, S.E., MPP., M.S.E (Asdep Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan). Selanjutnya di sesi 4, Erlina Hidayati Sumardi, S.IP.,M.M (Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Yogyakarta menjelaskan Mekanisme Penanganan Kekerasan Seksual berdasarkan Sistem Pelayanan Terpadu di DIY dan Sri Wiyanti Eddyono, S.H.,LL.M, Ph.D (Ketua Satgas PPKS UGM) menyampaikan tentang Praktik Sinergi Penanganan Kasus KS antara Universitas dan UPTD PPA.
Berikutnya di sesi 5 dilakukan diskusi kelompok refleksi tantangan dan peluang penanganan KS yang bersinergi. Kemudian di sesi 6 dijelaskan tentang sistem data dan informasi SIMPONI. Lalu sesi 7 mendiskusikan tentang pentingnya pencegahan KS di lingkungan kampus oleh Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D (Sekretaris Satgas PPKS UGM dan Ketua Health Promoting University UGM), Nur Hasyim MA. (Co-Founder Aliansi Laki-Laki Baru), dan Ratna Noviani SIP, Msi. Ph.D (Dosen Prodi Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pascasarjana UGM).
Kemudian di sesi 8 membahas tentang Mandatory Counseling dan Pemulihan Korban oleh Lucia Peppy Novianti, M.Psi., Psikolog (Psikolog Unit Konsultasi Psikologi UGM) dan Devi Riana Sari, M.Psi., Psikolog (Psikolog Klinis UPT PPA Yogyakarta). Terakhir di sesi 9 dilakukan penyusunan usulan mekanisme penanganan kasus KS di universitas.
Penulis: Ika
Foto: Donnie