Membangun hubungan yang sehat bukanlah hal yang mudah, sebab relasi yang sehat adalah relasi yang memberikan ruang untuk saling tumbuh, percaya, dan mendukung satu sama lain. Namun terjebak dalam hubungan yang tidak sehat atau toxic relationship memiliki dampak buruk bagi seseorang, seperti rendahnya rasa percaya diri, depresi, hingga isolasi sosial. Oleh karena itu, kita perlu mengenali tanda -tanda bahwa hubungan yang tidak sehat. “Toxic relationship itu ada tanda-tandanya. Dimulai dari perasaan bersalah, konflik tanpa solusi, dan kehilangan independensi,” kata psikolog klinis dari Fakultas Psikologi UGM, Restu Tri Handoyo, Ph.D., dalam Seminar bertajuk “Toxic No More: Membangun Hubungan Tanpa Luka”. Acara yang berlangsung pada Jumat (29/11).
Menurut Restu, relasi yang sehat sangat mendukung bagi kesejahteraan mental. Bahkan relasi yang positif memberikan dukungan emosional, mendorong pertumbuhan, dan kebahagiaan. “Hubungan sehat dibangun dengan cara saling menghormati, mendukung, dan menjaga keseimbangan,” katanya.
Sementara Dosen dan Peneliti Kajian Budaya dan Media SPs UGM, Dr. Ratna Noviani, mengingatkan mengenai jebakan toxic relationship yang banyak dipraktekkan melalui media sosial. Seperti yang diketahui, media seringkali menggambarkan hubungan toksik secara romantis, yang utamanya adalah manipulasi. “Kita harus menyadari adanya kekerasan di media sosial. Seperti doxing dan praktik dominasi. Sehingga kita perlu meningkatkan literasi digital agar terhindar dari jebakan relasi tidak sehat yang sering muncul di dunia maya,” jelasnya.
Direktur Yayasan Pulih, Livia Iskandar, menyampaikan data bahwa 1 dari 4 perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual. Sebagian besar korban tidak melapor karena ada victim blaming, biasanya pelaku adalah orang terdekat, atau adanya ancaman dari pelaku. Menanggapi kondisi ini, Livia mengajar seluruh pihak untuk menguatkan perempuan yang menjadi korban kekerasan dengan memberikan dukungan psikologis, medis, hingga hukum.
Seminar yang diselenggarakan oleh Satuan Tugas Pencegahan & Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Gadjah Mada bersama dengan Institut Français Indonesia (IFI) Yogyakarta dan Biro Pelayanan Kesehatan Terpadu (BPKT) UGM bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap korban kekerasan. Disamping memberikan kesadaran bagi masyarakat untuk selalu memberikan dukungan bahwa setiap orang tidak pernah berjalan sendirian, menciptakan masyarakat yang empatik, berdaya, dan bebas dari kekerasan.
Penulis : Lintang
Editor : Gusti Grehenson