Pancasila sebagai ideologi bangsa telah menghadapi berbagai tantangan dari waktu ke waktu. Instrumen pemersatu bangsa tersebut selalu perlu diteguhkan kembali melalui penanaman butir-butir Pancasila. Untuk menumbuhkan kembali rasa ke-Bhinnekaan dan nilai Pancasila, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menggelar acara “Pembinaan Ideologi Pancasila Melalui Wicara dan Amal Pancasila: Gotong Royong Membangun Masyarakat Berkeadilan” pada Senin (28/8).
“Sebelum bersatu, Indonesia kan terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maka proklamasi adalah pemersatu pertama di muka bumi yang memerdekakan minimal 57 negara. Bisa dibayangkan, saat itu perang dunia masih berlangsung. Dunia terbagi menjadi kelompok liberal-kapitalis, dan sosialis. Lalu, Pancasila hadir berdiri sendiri,” ucap Kepala BPIP, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA. Ph.D. Ia menegaskan bahwa Pancasila tidak sembarang disusun oleh perintis negara. Padahal kala itu, jumlah orang-orang terpelajar masih sangat minim.
“Kita dijajah selama 142 tahun, mengapa kita selalu kalah saat melawan? Pertama, Indonesia ini negara yang luas, jadi tidak bisa ketika satu kerajaan sedang perang dengan Belanda, kerajaan lain tidak bisa ikut campur. Kita juga kalah dari segi teknologi militer kala itu, ketika Belanda sudah memakai senjata yang canggih, pahlawan kita masih pakai keris, clurit, dan lain-lain. Inilah sisi dari sejarah yang harus kita hargai, betapa kuatnya kita ketika bersatu menjadi sebuah bangsa,” tambah Yudian. Saat ini, generasi muda banyak terpapar oleh ideologi lain karena berkembangnya teknologi digital. Perbaruan nilai-nilai Pancasila perlu untuk dilakukan dan ditumbuhkan kembali dalam masyarakat.
Implementasi ideologi Pancasila diturunkan dalam sistem negara, budaya masyarakat, dan norma-norma sosial. Hal itu dituangkan dalam budaya gotong royong sebagai ciri khas bangsa Indonesia. Sebagai contoh nyata, Prof. Dr. Suratman., M.Sc menjelaskan program Srikandi Sungai Indonesia dan sumbangsihnya terhadap masyarakat. “Pemukiman di sepanjang sungai itu menjadi keresahan kami. Banyak masyarakat kurang mampu yang memiliki banyak anak, nah itu bagaimana. Belum lagi dengan adanya pemukiman menjadikan sungai itu kotor, karena sampah dibuang di sana semua. Kami dari UGM punya program Srikandi Sungai. Tujuan utamanya itu untuk mengedukasi dan mengampanyekan pentingnya menjaga lingkungan, terutama sungai,” ungkap Suratman.
Tak hanya mengedukasi tentang sungai, anak-anak di pemukiman bantaran sungai juga diberikan pendidikan secara gratis untuk baca, tulis, dan menghitung. Suratman juga menerangkan bagaimana Srikandi Sungai memberikan pendidikan tentang lingkungan dan sampah pada anak-anak. “Tantangannya besar, ya. Beda dengan orang berada, kalau orang yang kurang mampu lebih sulit untuk diedukasi. Ya karena mereka saja masih bingung mau makan apa besok, tidak mungkin sampai memikirkan lingkungan kalau kebutuhan hidup mereka saja tidak terpenuhi. Ini yang kami coba kampanyekan,” tuturnya.
Selain Suratman, Kalis Mardiasih, penulis sekaligus aktivis gender juga mengamini kebutuhan akan perbaruan nilai-nilai Pancasila. “Zaman ini kan terus berubah ya, maka perlu juga ada penyesuaian. Salah satu yang sedang kami perjuangan ini adalah pencegahan pernikahan anak usia dini. Daerah-daerah di Indonesia memiliki budaya dan adat yang terkesan masih memaksa anak-anak mereka untuk dinikahkan ketika masih remaja. Memang, perlu adanya upaya untuk melestarikan budaya Indonesia. Tapi kalau seperti ini kasusnya saya kira harus disesuaikan lagi. Terlebih jika dalam budaya tersebut kemudian ada kasus kekerasan dan pemerkosaan,” tegas Kalis.
Kalis memaparkan, Indonesia merupakan negara kedua tertinggi di ASEAN dengan tingkat pernikahan dini terbanyak. Angka ini tentunya sangat mengkhawatirkan, terutama karena ketidakhadiran pemerintah dalam kasus ini. Perjuangan untuk menyetarakan hak-hak perempuan dan anak masih sangat panjang menurut Kalis. Itulah mengapa persatuan menjadi penting untuk menyuarakan kesetaraan bagi kelompok rentan.
Pancasila disusun dengan merangkul seluruh hak masyarakat Indonesia. Maka dari itu, upaya-upaya pelestarian Pancasila penting untuk dilakukan. Tentunya tak hanya dipahami dan diresapi, namun juga diimplementasikan dalam kontribusi yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Penulis: Tasya