Pengamat ketahanan nasional dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si., menyoroti pentingnya kesiapan Indonesia dalam menghadapi ancaman geopolitik yang kian intens di kawasan Indo-Pasifik. Ancaman yang ia maksud bukan hanya ancaman militer, tetapi juga melibatkan perebutan pengaruh politik dan ekonomi sehingga menuntut perhatian lebih dari kabinet pemerintahan baru. “Kawasan Indo-Pasifik ini akan menjadi perebutan, dan Indonesia harus siap menghadapi tantangan yang muncul, terutama terkait kedaulatan wilayah dan pertahanan nasional. “Filosofi ‘seribu kawan masih sedikit, satu musuh terlalu banyak’ tetap relevan, tetapi harus diiringi dengan kehati-hatian dalam menentukan langkah ke depan,” jelas Armaidy, Rabu (23/10).
Armaidy menyebutkan, kawasan yang mencakup Laut Natuna Utara hingga perbatasan selatan dengan Australia, telah menjadi wilayah strategis yang diperebutkan oleh kekuatan global terutama karena sumber daya alam yang melimpah dan lokasinya yang strategis. Armaidy menilai, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan hubungan persahabatan dengan negara-negara tetangga, tetapi juga harus waspada terhadap perebutan pengaruh yang terjadi secara perlahan namun nyata.
Pemerintah baru diharapkan mampu memanfaatkan situasi global yang tidak menentu ini untuk memperkuat posisi Indonesia, karena pada akhirnya yang akan terdampak adalah masyarakat Indonesia sendiri. “Transformasi geopolitik ini mungkin tidak terlihat jelas, tetapi perebutan pengaruh dan kekuatan adalah hal yang harus kita waspadai. Ini bukan hanya soal menjaga batas wilayah, tetapi juga mempertahankan sumber daya alam kita dari eksploitasi oleh pihak-pihak luar,” imbuh dosen Fakultas Filsafat ini.
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki tantangan besar dalam menjaga wilayahnya yang luas. Sistem pertahanan Indonesia, menurutnya, seharusnya berlandaskan kepada pemahaman bahwa Indonesia adalah negara archipelago. Dengan belasan negara yang berbatasan langsung, Indonesia juga harus memastikan bahwa kekuatan alutsista dan jumlah pasukan cukup memadai untuk menjaga kedaulatan. “Jika dihitung dengan luas wilayah, jumlah pasukan kita masih kurang,” tuturnya.
Di tingkat domestik, Armaidy menggarisbawahi pentingnya mengembalikan kepercayaan rakyat sebagai pondasi dari ketahanan nasional. Ia menyebutkan beberapa tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia selama dekade terakhir, seperti pandemi COVID-19 dan krisis ekonomi, yang berimbas pada kesejahteraan rakyat, termasuk akses pekerjaan dan pendidikan. “Ketahanan itu bermata dua, yaitu kesejahteraan dan keamanan. Rakyat perlu lebih diperhatikan karena mereka adalah tumpuan dari ketahanan negara,” jelasnya.
Armaidy menekankan bahwa keberhasilan kabinet baru dalam menghadapi tantangan ini sangat bergantung pada kekompakan, visi kebangsaan yang kuat, serta upaya nyata untuk menegakkan hukum dan mewujudkan konstitusi sebagai landasan dasar ketahanan nasional. Indikator keberhasilan suatu pemerintahan, menurutnya, adalah sejauh mana pemerintah mampu mewujudkan konstitusi itu dan berpegang pada konstitusi itu dengan baik dan konsisten.
“Di dalam konstitusi itu tugas pemerintahan negara sangat sederhana, yaitu bagaimana pemerintah negara itu mampu melindungi segenap warga negaranya. Tidak terdapat jurang antara kaya dan miskin, tetapi seluruh rakyat Indonesia yang sejahtera. Selanjutnya, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari tiga ini nanti akhirnya bangsa ini dapat bersaing secara global, bisa berdiri sama tinggi, duduk sama rendah di tengah pergaulan antarbangsa,” paparnya.
Penulis : Gloria/Humas Filsafat
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik