
Persoalan pasokan masih menjadi tantangan utama yang bersifat sistemik bagi pelaku UMKM. Ketersediaan bahan baku yang memadai dari aspek kuantitas, kualitas, harga, serta ketepatan waktu menjadi elemen fundamental untuk keberlangsungan operasional usaha. Terhambatnya pemenuhan bahan baku tentu berdampak pada terganggunya proses produksi, meningkatnya biaya operasional dan terjadinya penurunan kemampuan UMKM dalam merespons permintaan pasar secara optimal.
Direktur Pengabdian Kepada Masyarakat (DPKM) UGM, Dr. dr. Rustamaji, M.Kes mengatakan penerapan praktik manajemen rantai pasok secara formal, seperti perencanaan kebutuhan bahan baku, diversifikasi sumber pasokan (multi-sourcing), kontrak pasokan, pengendalian persediaan (misalnya melalui metode EOQ atau safety stock), serta pemanfaatan sistem informasi rantai pasok, masih belum menjadi praktik umum di kalangan UMKM. Kondisi ini menjadikan UMKM rentan terhadap fluktuasi harga maupun gangguan logistik, yang pada akhirnya berdampak pada berkurangnya utilisasi kapasitas produksi dan menurunnya produktivitas tenaga kerja.
“Berbagai studi ekonomi dan kajian kebijakan menunjukkan bahwa penerapan praktik dasar manajemen rantai pasok dapat meningkatkan efisiensi produksi, menekan frekuensi stockout, serta memperbaiki ketepatan pengiriman produk kepada pelanggan,” ujarnya di ruang Sidang 1, DPKM UGM Lantai 2, Bulaksumur, Selasa (16/9) saat membuka UMKM Class Series#28 Penguatan Ketersediaan Bahan Baku dan Branding UMKM.
UMKM Class Series#28 diselenggarakan Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat (DPKM) UGM dengan menghadirkan tiga pembicara yaitu Megita Ryanjani Tanuputri, STP., M.Sc., Ph.D, dosen Departemen Teknologi industri Pertanian UGM, Dr. Novita Erma Kristanti, S.T.P., M.P, dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM, dan Muhammad Helmi Rakhman selaku pendiri/owner Angkringan Jogja. Kegiatan diskusi inipun dipandu oleh Dr. Muhammad Prasetya Kurniawan, S.T.P., M.Sc, dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM selaku moderator.
Megita Ryanjani Tanuputri mengungkapkan berdasarkan hasil survei UNDP–LPEM UI, sekitar 48 persen pelaku UMKM melaporkan mengalami hambatan dalam pemenuhan bahan baku, khususnya pada periode krisis terakhir. Kondisi tersebut, disebutnya berdampak langsung terhadap terganggunya proses produksi, meningkatnya biaya operasional, serta menurunnya kemampuan UMKM dalam merespons permintaan pasar secara optimal.
Dia menjelaskan tingkat konektivitas UMKM terhadap rantai pasok yang lebih luas, baik pada tingkat domestik yang terstruktur maupun dalam rantai nilai global, masih tergolong rendah. Data dari laporan asosiasi bisnis dan media nasional memperlihatkan hanya sekitar 7 persen UMKM yang terintegrasi dengan rantai pasar domestik, sementara sekitar 4 persen mampu berpartisipasi dalam rantai pasok global. “Rendahnya keterhubungan tersebut membatasi akses UMKM terhadap pemasok berskala besar, peluang kontrak pembelian, skema pembiayaan jangka panjang, serta penerapan standar mutu yang diperlukan untuk mencapai skala ekonomi dan menjaga stabilitas pasokan,” ungkapnya.
Bagi Novita Erma Kristanti, aspek pemasaran, branding merupakan instrumen strategis untuk membangun persepsi kualitas dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Tingkat adopsi perlindungan dan pengelolaan merek formal di kalangan UMKM masih sangat terbatas. Data resmi menunjukkan bahwa dari puluhan juta unit UMKM di Indonesia, hanya sekitar 11 persen yang tercatat mengajukan pendaftaran hak kekayaan intelektual (merek). Kondisi ini menandakan masih banyak pelaku usaha yang belum memanfaatkan perlindungan hukum terhadap aset mereknya. “Keterbatasan tersebut tentu berimplikasi pada lemahnya daya tawar UMKM, meningkatnya risiko pembajakan produk, serta terhambatnya penetrasi ke pasar yang lebih luas,” ungkap Novita.
Sementara itu, Muhammad Helmi Rakhman berpendapat transformasi perilaku konsumen dan perkembangan digitalisasi menghadirkan peluang signifikan bagi UMKM. Berdasarkan data pemerintah dan kajian sektoral, pada tahun 2023 tercatat sekitar 22 juta UMKM, atau setara dengan 33–34 persen dari total, telah berpartisipasi dalam ekosistem ekonomi digital melalui pemanfaatan media sosial dan platform e-commerce sebagai saluran penjualan sekaligus komunikasi merek. “Kendati tingkat adopsi digital terus meningkat, masih banyak UMKM yang belum mengintegrasikan strategi branding yang konsisten, meliputi identitas visual, narasi merek, dan bukti sosial dengan praktik pengelolaan rantai pasok yang efektif,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho