Ketua Umum PBNU, Dr. (H.C.) K. H. Yahya Cholil Staquf, mengatakan perlunya peningkatan kualitas pendidikan di pesantren. Pihaknya juga mendorong sinergi dan kolaborasi antara pesantren dengan pemerintah, perguruan tinggi, dan dunia usaha yang dibarengi dengan dukungan seluruh elemen masyarakat. Hal itu disampaikan oleh Gus Yahya dalam Simposium Pesantren yang bertajuk “Strategi Penguatan Pesantren Sebagai Pilar Masa Depan Indonesia”, Selasa (8/10), di Auditorium Fisipol UGM.
Gus Yahya sempat menyinggung perihal ulama-ulama yang saat ini dirasa perlu meningkatkan fokus lebih luas lagi agar tidak hanya berkutat pada pesantrennya saja. Beliau juga menyinggung keadaan setelah adanya rekognisi dari suprastruktur politik terhadap pesantren dengan terbitnya Undang-Undang Pesantren. “Kita haru mempertimbngkan berbagai faktor yang relevan dan berisi realita faktual yang dihadapi pesantren,” katanya.
Ia menambahkan, perubahan yang terjadi di tingkat struktur masyarakat secara luas. Menurutnya pengelola pesantren tidak mungkin memikirkan satu ruang yang terbatas tanpa mempertimbangkan kaitannya dengan konteks yang keseluruhan. “Kehadiran pondok pesantren perlu didasarkan pada realitas yang faktual, bukan stereotip dan mitos,” tuturnya.
Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, S.Psi., M.Psi, selaku Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian memaparkan soal rencana pesantren sebagai model pembelajaran agama khas nusantara. “Pesantren masa kini memiliki berbagai tantangan dan rintangan sehingga perlu untuk diupayakan agar mampu senantiasa berdinamika dan menegakkan eksistensi,” ujarnya.
Bagi Alissa, bentuk pesantren yang mandiri dan otonom membuat manajemennya lemah. Di samping itu, pesantren menghadapi banyak tantangan dunia, yakni globalisasi, perkembangan teknologi, teknologi digital, perkembangan paham keagamaan, dunia kerja dan profesi, ekspektasi publik, arah Indonesia, dan agility pesantren dalam mengikuti perkembangan zaman.
Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan terkait rancangan pengembangan program pendidikan pesantren untuk rentang waktu tahun 2025–2029 yang saat ini tengah disusun. Menurutnya draf program ini dipaparkan cukup lengkap hingga peta jalan pengembangan pendidikan pesantren yang nantinya akan berdasarkan pada target-target progresif pada setiap tahun.
Dalam simposium pesantren kali ini dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM Prof. Dr. Wening Udasmoro, Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset, dan Sumber Daya Manusia Fisipol UGM, Dr. Nur Hadi Susanto selaku. Lalu Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok pesantren, Dr. Basnang Said, S.Ag., M.Ag., Kepala Kanwil Kemenag DIY, Dr. H. Masmin Afif, M.Ag, dan beberapa pihak terkait termasuk berbagai perwakilan dari pondok-pondok pesantren.
Di kegiatan simposium dan FGD ini nantinya akan menghasilkan satu rumusan rekomendasi kebijakan atau policy brief untuk berbagai aspek dengan berlandaskan pada pemikiran progresif. Hal ini mencerminkan bahwa lembaga keagamaan dan institusi pendidikan seperti UGM menganggap serius dan mampu melihat urgensi pesantren sehingga nantinya dapat menajamkan dan mengimplementasikan Undang-Undang Pesantren.
Penulis : Bolivia Rahmawati
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto