
Universitas Gadjah Mada baru saja mewisuda sebanyak 1.455 mahasiswa pascasarjana pada Rabu (23/04) lalu. Dari ribuan wisudawan, terdapat 1.263 magister, 83 spesialis, 17 subspesialis, dan 92 doktor. Salah satu wisudawan jenjang doktor, Dr. Dewi Agustiningsih, S.Si., yang berasal dari Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dinobatkan sebagai lulusan tercepat dan termuda. Pasalnya rerata masa studi program doktor adalah 4 tahun 7 bulan, Dewi berhasil lulus dengan masa studi 2 tahun 6 bulan 13 hari. Selain menjadi lulus doktor tercepat, Dewi juga menyandang predikat sebagai wisudawan doktor termuda karena berhasil menyelesaikan studi pada usia 26 tahun 6 bulan. Sementara rerata usia lulusan Program Doktor kali ini adalah 42 tahun 6 bulan 16 hari.
Prestasi yang dicapai Dewi sangat menginspirasi, mengingat ia telah bekerja sebagai dosen Program Studi Kimia di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dewi adalah alumnus prodi Kimia UGM jenjang sarjana pada tahun 2020, yang kemudian menyelesaikan studi magister dan doktoral di kampus yang sama pada tahun 2022 dan 2025.
Dewi mengaku bersyukur dapat menyelesaikan studi doktoralnya dengan di tengah tantangan yang ia temui. Ia bersyukur dapat mengawali kuliahnya pada tahun 2016 lewat bantuan beasiswa Bidikmisi saat itu. Setelah lulus sarjana pada tahun 2020, Dewi kembali menerima beasiswa Program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Program ini memberikan percepatan bagi sarjana unggulan untuk menempuh S2 dan S3 sekaligus. “Awalnya, saya tidak menyangka bisa sampai di jenjang doktoral. Tapi setelah menyelesaikan S1, saya mendapatkan kesempatan mengikuti seleksi program PMDSU, dan bersyukur diterima,” ujar Dewi, Jumat (25/4) di Kampus UGM.
Tantangan terbesarnya dalam menempuh pendidikan hingga menyelesaikan pendidikan doktor adalah persoalan keterbatasan ekonomi. Dewi bercerita bahwa saat masih berkuliah S1, ia mendapatkan uang saku Rp600 ribu perbulan yang harus diatur agar cukup untuk kos, makan, dan kebutuhan perkuliahan. Namun, Dewi tetap tidak menyerah. Dari sana, ia belajar banyak tentang kemandirian hingga bisa bertahan sampai jenjang S3. “Motivasi saya sederhana, saya hanya ingin membuktikan bahwa latar belakang ekonomi tidak membatasi impian seseorang,” ujar Dewi.
Di Pendidikan doktor, disertasinya membahas mengenai sintesis dan pengembangan material katalis berbasis material anorganik, khususnya untuk aplikasi reaksi organik seperti reaksi cross-coupling. Dalam penelitian itu Dewi memodifikasi material berbasis silika dan titania dengan senyawa organosilan dan logam transisi untuk meningkatkan aktivitas dan kestabilannya sebagai katalis heterogen. “Tujuannya adalah menghasilkan material yang bisa digunakan untuk sintesis senyawa-senyawa penting, namun dengan metode yang lebih ramah lingkungan dan efisien,” tuturnya.
Sebagai seorang dosen, Dewi tetap akan melanjutkan penelitian sebagai penerapan tri dharma pendidikan. Ia ingin mengembangkan material katalis yang tidak hanya aktif, tapi juga stabil dalam berbagai kondisi reaksi. Selain itu, ia juga ingin menjajaki kolaborasi lintas disiplin, misalnya antara kimia material dengan teknik lingkungan atau farmasi, untuk aplikasi yang lebih luas.
Ke depannya, Dewi ingin terus mengembangkan riset, khususnya dalam bidang katalis dan kimia material. “Saya juga berharap bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa-mahasiswa dari latar belakang sederhana seperti saya, bahwa mimpi setinggi apapun bisa dicapai asal kita punya tekad dan semangat belajar yang kuat,” pungkas Dewi.
Penulis : Tiefany
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Dok. Dewi Agustiningsih