
Siapa sangka, kecintaan seseorang untuk menekuni pada salah satu cabang olahraga ternyata mampu membawanya bisa berprestasi dalam berbagai kejuaraan bahkan mampu membawanya bisa kuliah di kampus impian. Demikian yang dialami Dirgantara Fath Sulthan Alif (19). Ketekunannya berlatih olahraga tenis lapangan sejak usia 9 tahun, mampu mengantarkannya masuk kuliah di prodi Psikologi UGM lewat jalur Penelusuran Bibit Unggul Berprestasi (PBUB) olahraga.
Perjalanan Dirga menuju Universitas Gadjah Mada adalah kisah tentang ketekunan, ketulusan, dan keyakinan bahwa mimpi besar bisa diraih siapa pun, tanpa melihat latar belakang. Pria asal Purwokerto ini menunjukkan bahwa kombinasi antara dedikasi dan prestasi mampu membuka pintu ke kampus terbaik di Indonesia. Dirga, biasa ia dipanggil, mewakili semangat anak muda yang tekun belajar sekaligus aktif mengukir pencapaian di berbagai bidang. “Saya mulai serius menekuni tenis sejak kelas 3 SD. Saat itu saya sadar, minat ini bukan sekadar hobi, tapi potensi yang harus diasah,” ujar Dirga, Senin (28/7).
Ia mulai menjalani latihan secara rutin dan konsisten. Disiplin dan semangatnya membuat perkembangan kemampuannya semakin terlihat tajam. “Pertandingan pertama saya di tingkat provinsi saat kelas 5 SD, dan sejak itu saya merasa mungkin jalan saya memang di tenis,” tuturnya.
Namanya makin dikenal setelah meraih sejumlah prestasi membanggakan. Dirga menjadi juara 3 nasional di Amman Mineral Junior Tennis Championship 2019, juara 2 Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) Jawa Tengah 2023, juara 1 POPDA Jawa Tengah 2024, dan juara 2 nasional di Irawati Moerid Tennis Championship 2025. Setiap turnamen menjadi ajang pembuktian dan pembelajaran mental bertanding di bawah tekanan. “Saya percaya pendidikan itu prioritas, tapi saya juga ingin berkembang di luar kelas. Jadi setiap jeda waktu saya manfaatkan untuk ikut latihan, rapat organisasi, atau program volunteer,” katanya.
Aktif Organisasi
Di sekolah, Dirga dikenal aktif dan mudah bergaul. Ia tergabung dalam OSIS, Paskibra, basket, serta dipercaya menjadi brand ambassador pelajar selama enam bulan. Seluruh aktivitas itu dikerjakannya selaras dengan komitmen akademik. Baginya, pengembangan diri tidak terbatas ruang kelas. “Saya belajar mencuri waktu, memanfaatkan jeda antar kegiatan seefektif mungkin. Bahkan saat jadi brand ambassador, saya bisa belajar mengembangkan diri tanpa meninggalkan identitas saya sebagai pelajar,” ujarnya.
Perhatian Dirga terhadap isu sosial juga terlihat dari keterlibatannya dalam Forum Anak Banyumas. Ia ambil bagian dalam program Banyumas Kids Takeover, dan berperan sebagai sekretaris forum. Dari sana, ia mendapat ruang untuk memahami dinamika masyarakat lebih dalam. “Yang paling berkesan adalah saat kami berinteraksi dengan teman-teman dari SLB (Sekolah Luar Biasa). Dari sana saya belajar bagaimana pentingnya empati dan memahami orang lain dengan kondisi yang berbeda,” kenangnya.
Minatnya terhadap Psikologi tumbuh seiring perjalanannya sebagai atlet. Ia merasakan langsung bagaimana pikiran berpengaruh besar terhadap performa dan ketahanan mental. Dari pengalaman-pengalaman itu, tumbuh keinginan untuk memahami manusia lebih dalam. “Saya ingin tahu kenapa seseorang bisa merasa cemas, kuat, atau bahagia. Psikologi bukan cuma soal teori, tapi bagaimana kita bisa menyentuh hati dan membantu orang lain memahami dirinya,” jelasnya.
Dirga merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang tumbuh dalam keluarga dengan nilai-nilai ketulusan dan kerja keras. Ayahnya, Epi Yandri (51), bekerja sebagai buruh jasa dan penjual bubur ayam, sementara sang ibu, Kuswandari Tri Astuti (53), mengurus rumah tangga dengan penuh cinta. Semangat dan pengorbanan mereka menjadi sumber kekuatan terbesar bagi Dirga dalam menjalani pendidikan. “Mama dan Papa mungkin tidak bisa banyak bantu secara materi, tapi mereka selalu ada. Saya tahu banyak hal yang mereka korbankan. Papa bahkan pernah jual Vespa kesayangannya demi pendidikan kami,” ujar Dirga.
Momen diterima di UGM menjadi peristiwa mengharukan yang tidak akan dilupakan. Saat sedang menjalani seleksi, kedua orang tuanya datang diam-diam untuk memberi dukungan langsung di pinggir lapangan. Kehadiran yang tanpa banyak kata itu justru membekas dalam. “Saya lagi latihan, tiba-tiba lihat Mama udah ada di pinggir lapangan. Saya kaget, ternyata mereka datang tanpa kabar. Itu bentuk cinta tidak banyak kata, tapi sangat terasa,” katanya.
Bagi sang ayah dan ibu, keberhasilan Dirga masuk UGM adalah pencapaian besar dalam hidup mereka sebagai orang tua. Mereka menyadari bahwa pendidikan adalah bekal terpenting untuk masa depan anak-anak. Tidak sedikit air mata yang tumpah saat pengumuman keluar. “Kami menangis waktu melihat pengumumannya. Rasanya luar biasa, seperti semua perjuangan terbayar lunas,” ungkap Epi Yandri.
Meski sempat khawatir melihat kesibukan anaknya, mereka tetap percaya bahwa Dirga mampu menjaga keseimbangan antara akademik dan aktivitas luar. Keberhasilan ini juga mereka harapkan menjadi inspirasi bagi anak-anak mereka yang lain. Dukungan penuh terus mereka berikan, tanpa syarat. “Pendidikan itu nomor satu. Kami ingin anak-anak kami jadi generasi yang lebih baik dari kami,” tambah Kuswandari.
Kini, Dirga menatap masa depan dengan penuh semangat dan keyakinan. Ia menargetkan lulus tepat waktu dan ingin melanjutkan studi hingga ke jenjang lebih tinggi. Selain itu, ia juga ingin berkontribusi untuk masyarakat, melalui jalur ilmu maupun pengalaman organisasional. “Saya ingin membuktikan bahwa anak dari latar belakang sederhana pun bisa punya mimpi besar dan mewujudkannya. Terima kasih UGM atas kesempatan ini. Semoga saya bisa membawa nama baik kampus dimanapun saya melangkah,” tutupnya penuh semangat.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Devi