Universitas Gadjah Mada setiap tahunnya menerima lebih dari 10 ribu mahasiswa baru. Dari jumlah tersebut lebih dari 30 persen berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi. Meski kurang beruntung dari sisi finansial namun mereka memiliki kemampuan akademik yang baik.
Muhammad Arifin Ilham (19), mahasiswa Hubungan Internasional Fisipol UGM asal Aceh menceritakan bahwa perjuangannya untuk bisa kuliah di UGM tidaklah mudah. Apalagi berasal dari keluarga yang tinggal di wilayah ujung barat Indonesia. Kedua orang tuanya merupakan salah satu korban dari bencana tsunami Aceh 2004 silam.
Meskipun berasal dari keluarga kurang mampu, mereka tidak pernah berhenti berusaha untuk mencari cara mewujudkan impiannya. “Saya mengetahui UGM itu dari TV. Sejak SMP saya sudah tertarik untuk mengejar kuliah di UGM,” ujar Arifin, saat ditemui di Kampus UGM, Rabu (5/6).
Semasa SMA, Arifin aktif mengikuti berbagai kompetisi dan olimpiade sains tingkat nasional. Kemampuan itu terus ia asah untuk meyakinkan orang tua bahwa ia bisa berkuliah di luar daerah. “Banyak yang bilang saya ini punya kemampuan kenapa tidak dicoba saja ke UGM. Saya juga coba yakinkan orang tua bahwa banyak loh beasiswa di UGM,” ucap anak pertama dari tiga bersaudara tersebut. Awalnya ia kurang mendapat dukungan dari orang tua, mengingat kuliah di luar kota seringkali memakan banyak biaya. Apalagi melihat UGM sebagai salah satu kampus terbaik di Indonesia. Namun berbekal keyakinan dan ketekunan, ia mendaftar prodi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) tahun 2023 lalu.
Ayah Arifin bekerja sebagai pedagang, dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Ia mengaku merasa sangat terbantu dengan adanya beasiswa di UGM. Selain beasiswa KIP-K, Arifin juga mendapat bantuan pendidikan dari Keluarga Alumni Gadjah Mada (KAGAMA) Aceh.
Ia merasa sangat nyaman selama berkuliah di UGM, dengan sarana dan prasarana yang mendukung serta lingkup pertemanan yang menyenangkan. Saat ini pun ia aktif di banyak kegiatan, termasuk salah satu Model United Nation (MUN) di Singapura, membuat artikel di Institute of International Studies (IIS) UGM, dan lain-lain.
Selain Arifin, Ramzy Oansa Ilham (19) asal Rumbug, Lombok Timur, Rumbuk, Nusa Tenggara Barat juga membagikan pengalamannya berjuang untuk melanjutkan pendidikan tinggi kuliah di UGM pada tahun 2023 lalu. Kebetulan tim dari UGM pernah berkunjung ke rumahnya selaku penerima beasiswa KIP-K. Ayahnya bekerja sebagai satpam outsourcing di salah satu kantor milik pemerintah.
Keluarga Ramzy mengontrak rumah bedeng di gang sempit. Berdinding papan yang sudah lusuh dan sudah dimakan rayap, namun tetap tidak mengendurkan semangat Ramzy selalu berprestasi di kelas. Meski hanya mengandalkan sebuah meja belajar kecil di sudut kamar yang digunakan secara bergantian dengan adik laki-lakinya, Ramzy selalu tekun belajar demi menggapai cita-cita mengenyam kuliah di perguruan tinggi ternama.
Ramzy punya alasan memilih masuk Fakultas Hukum UGM. Berawal dari fenomena sosial yang ia lihat di lingkungannya dimana banyak sekali masyarakat menengah ke bawah yang kesulitan mendapatkan bantuan hukum. “Sebenarnya saya ingin masuk ke dunia politik, tapi ingin belajar hukum dulu supaya nanti kalau sudah masuk politik bisa jadi orang yang benar secara hukum,” jelas Ramzy.
UGM dipilih Ramzy sebagai kampus tujuan karena dianggap bisa mendukung perkembangan karirnya kelak. Baginya, tempat di mana ia belajar saat ini adalah titik yang menentukan dirinya di masa depan. “Banyak yang bilang kenapa nggak kuliah di daerah aja. Tapi kita kan nggak mau jadi katak dalam tempurung, kita ingin keluar dari zona nyaman,” tambahnya.
Meskipun berasal dari keluarga kurang beruntung secara ekonomi, Ramzy mengaku tidak pernah merasa minder dengan teman-temannya di kampus. Satu hal penting untuk diterapkan di lingkungan perkuliahan adalah bagaimana seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai kapasitasnya. Ramzy menegaskan, bahwa kondisi ekonomi bukanlah suatu penghambat seseorang untuk berkarya. Selama ia bisa melakukan yang terbaik dalam setiap langkah kehidupannya, Ramzy tidak akan merasa tertinggal dibanding teman-temannya.
“Jangan pernah membandingkan diri sendiri dengan orang lain, selama kita belum berusaha dengan semaksimal mungkin untuk berkompetisi dan memberikan potensi kita yang terbaik,” pesan Ramzy.
Menurutnya untuk diterima menjadi mahasiswa UGM memang tidak mudah karena harus bersaing dengan banyak siswa lainnya dari seluruh Indonesia. Tapi selalu ada jalan dan kesempatan yang terbuka luas bagi siapa saja, dan upaya tersebut akan sebanding dengan apa yang akan didapatkan ketika sudah kuliah di UGM.
Penulis: Tasya
Editor: Gusti Grehenson
Foto: Donnie