
Ruvarashe Rambwawasvika akrab disapa Ruru tiba di Yogyakarta pada akhir Oktober tahun lalu, ia membawa bukan hanya koper, tetapi juga segudang pengalaman dan visi yang jelas untuk masa depannya. Mahasiswi magister berusia 26 tahun asal Zimbabwe ini kini memulai perjalanan akademiknya di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan dukungan beasiswa bergengsi Kemitraan Negara Berkembang (KNB).
Ruru meraih gelar Sarjana Biologi dari University of Zimbabwe, kemudian bekerja sebagai Biosafety Officer di National Biotechnology Authority of Zimbabwe selama hampir dua tahun. Pengalaman tersebut memperkuat komitmennya dalam menjaga kesehatan masyarakat dan memantapkan niatnya untuk memperdalam keahlian.
Beasiswa KNB yang diterimanya mencakup biaya kuliah dan biaya hidup, serta mewajibkan masa persiapan bahasa dan budaya Indonesia. Keputusan Ruru untuk melanjutkan studi di UGM didasari riset dan rekomendasi. “Saya mempertimbangkan universitas lain di Indonesia melalui teman dan media sosial, tetapi prodi Biologi UGM memiliki reputasi yang kuat,” ujarnya, Jumat (15/8), di Kampus UGM.
Selain mencari informasi di internet, ia juga meminta saran dari teman-temannya tentang suasana dan budaya di Indonesia yang menurutnya teman-teman di Zimbabwe sangat damai dan kondusif untuk lingkungan akademik sehingga menguatkan dirinya menentukan pilihan studi lanjut.
Berpindah dari negara dengan empat musim ke iklim tropis yang hangat tentu membutuhkan penyesuaian, namun Ruru menyambutnya dengan baik. Ia memuji keramahan masyarakat lokal dan kesediaan mereka untuk membantu. Bahasa menjadi tantangan tersendiri perkuliahan sebagian besar menggunakan Bahasa Indonesia namun dosen memberikan fleksibilitas untuk menulis tugas dan ujian dalam bahasa Inggris. “Proses pembelajaran bahasa yang bertahap juga mempermudah adaptasinya,” katanya.
Selain itu, menu kuliner menjadi sumber kenyamanan sekaligus petualangan bagi Ruru selama tinggal di Yogyakarta. Di negaranya, makanan pokok adalah fufu (sadza) berbahan dasar jagung putih. Meskipun sulit dan mahal diperoleh di Yogyakarta, ia kadang mendapat kiriman dari salah satu temannya di Malang. Ruru bahkan senang memasak bersama teman sekamarnya yang berasal dari Malawi, sesekali menikmati makan siang di kampus dan hidangan Indonesia seperti nasi goreng dan menu lainnya. “Rasanya manis, tapi lama-lama saya suka,” ujarnya.
Ketertarikan akademik Ruru terfokus pada parasitologi dengan orientasi biomedis. Penelitian sarjananya membahas prevalensi Babesia canis dan Ehrlichia canis, dua jenis parasit darah pada anjing. Ia melihat bahwa dibandingkan penelitian pada virus, bakteri, dan jamur, parasitologi terutama yang berkaitan dengan darah dan air masih kurang mendapat perhatian.
Selama dua tahun ke depan, di Fakultas Biologi UGM, ia ingin mengasah keterampilan di bidang biokimia dan metode laboratorium molekuler, memanfaatkan kekayaan biodiversitas Indonesia untuk perbandingan dengan Zimbabwe.
Seperti banyak mahasiswa internasional lainnya, Ruru sempat mengalami rasa rindu rumah, namun dukungan komunitas yang kuat dan rutinitas harian membantunya beradaptasi. Momen terbaiknya sejauh ini adalah rasa kebersamaan dan bantuan konsisten yang ia terima dari teman-teman dan staf pengajar. “Dosen dan teman di kampus sangat mendukung,” terangnya.
Setelah menyelesaikan studi magister nantinya, Ruru berencana kembali ke Zimbabwe untuk menjadi peneliti dan dosen idealnya di almamaternya. Ia ingin berkontribusi pada pengembangan departemennya, meningkatkan praktik pengelolaan lingkungan, dan bekerja sama dengan lembaga seperti Badan manajemen lingkungan di Zimbabwe.
Perjalanannya menempuh studi magister di UGM mencerminkan kekuatan pertukaran akademik, kemampuan beradaptasi lintas budaya, dan tekad yang kuat. Saat ia menjalani kegiatan di laboratorium dan ruang kuliah UGM, Ruru tidak hanya membangun masa depannya sendiri, tetapi juga membuka jalan bagi kolaborasi ilmiah yang lebih erat antara Zimbabwe dan Indonesia.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Dok. Ruru