
Di usianya yang baru menginjak 22 tahun 7 bulan 18 hari, Safira Nur Aini resmi menyelesaikan studi Magister Agronomi di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Di usia tersebut, Safira dinobatkan sebagai lulusan termuda untuk program Magister yang diwisuda pada Rabu (23/7) lalu di Grha Sabha Pramana. Padahal rerata usia lulusan master periode ini adalah 28 tahun 6 bulan 15 hari.
Lahir dan besar di kaki Gunung Sumbing, Desa Ngaditirto, Kabupaten Temanggung, Safira membawa semangat anak desa yang ingin menghadirkan solusi nyata bagi dunia pertanian. Ketertarikan Safira pada pertanian berawal dari kesehariannya di lingkungan agraris. “Sejak kecil saya sudah akrab dengan tanaman, tanah, dan siklus alam. Hampir seluruh penduduk di tempat saya hidup dari bertani, dan saya melihat langsung tantangan yang mereka hadapi,” ungkapnya, Jumat (24/7).
Ketertarikannya pada pertanian mendorong dirinya untuk mengambil studi S-1 Agronomi UGM pada 2020. Perjalanan akademiknya berlanjut ketika pada 2023 ia mendapat tawaran mengikuti program fast track ke jenjang magister di Fakultas yang sama. “Awalnya saya hanya ingin menyelesaikan tantangan pertanian di daerah. Tapi dengan dukungan keluarga, saya berani mengambil keputusan besar melanjutkan ke Magister Agronomi. Prodi ini tepat karena mengajarkan teknik budidaya, teknologi, hingga inovasi yang jadi jawaban nyata atas masalah petani,” jelasnya.
Selama kuliah, Safira tak hanya menekuni akademik tetapi juga memperluas pengalaman dengan bekerja paruh waktu di Akademik Fakultas Pertanian UGM. “Bekerja sambil kuliah memberi saya wawasan baru, terutama tentang dunia dosen. Itu jadi inspirasi karier saya ke depan,” ujarnya.
Topik tesisnya pun menunjukkan kepeduliannya pada lingkungan: “Potensi Tanaman untuk Bioherbisida pada Aktivitas Pertanian”, bersama pembimbing Dr. Dyah Weny Respatie, S.P., M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Aziz Purwantoro, M.Sc.. Penelitian ini dilatarbelakangi keprihatinan atas penggunaan herbisida kimia yang merusak lingkungan. “Saya ingin menemukan solusi dari alam yang lebih ramah bagi petani dan bumi,” tambahnya.
Pencapaiannya ini tak datang dengan mudah. Ia mengaku terbantu karena orang tuanya sudah membiasakannya menempuh pendidikan lebih dini. Ia masuk SD pada umur 5,5 tahun. Sehingga ia lulus di usia lebih muda dari rekan sekelasnya baik di bangku SD, SMP dan SMA. Sebagai perempuan muda di bidang pertanian, Safira mengaku bangga. “Ilmu pertanian bukan hanya tentang hasil besar dengan modal kecil, tapi tentang keberlanjutan. Memahami alam adalah kunci menuju pertanian yang berkelanjutan,” tegasnya.
Ia berharap ilmunya dapat bermanfaat luas. Ia ingin ilmu ini membantu petani di daerahnya. Bahkan ia berharap lebih banyak perempuan menempuh pendidikan tinggi dan berperan strategis dalam ketahanan pangan.
Di sisi lain, ia juga menyampaikan pesan untuk generasi muda untuk selalu punya tanggung jawab yang sama untuk memajukan bangsa. “Pendidikan adalah bagian dari bela negara. Mari berani bergerak untuk Indonesia yang lebih maju,” tegasnya.
Dengan semangat dan komitmen yang ia bawa, Safira Nur Aini tak hanya menjadi lulusan magister termuda UGM, tetapi juga wajah baru harapan bagi kemajuan pertanian Indonesia.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Dok. Aini