Manusia diberi anugerah berupa gigi yang berfungsi untuk mengunyah makanan, bicara dan lain lain, namun dalam perjalanan waktu mengalami keropos dan hilang. Kehilangan gigi geligi dapat disebabkan karena kerusakan jaringan keras gigi yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk direstorasi, kerusakan jaringan pendukung yang sudah parah, akibat penyakit sistemik, maupun trauma. Untuk mengganti gigi yang hilang ini, banyak masyarakat menggunakan gigi tiruan. Survey Riskesdas Indonesia tahun 2018 menyatakan bahwa penduduk berumur lebih dari 65 tahun menempati peringkat paling atas sebagai pengguna gigi tiruan terbanyak, diikuti penduduk yang berumur 35-44 tahun. Peningkatan penggunaan gigi tiruan ini sebaiknya harus diimbangi dengan pengetahuan dan perkembangan ilmu yang lebih lanjut tentang perawatan gigi tiruan, dan diiringi dengan peningkatan pemanfaatan akan keanekaragaman hayati diantaranya bahan alami kitosan yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan industri bidang medik.
Hal itu dikemukakan oleh Dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. drg. Titik Ismiyati, M.S., Sp.Pros(K)., saat dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Prostodonsia, Kamis (4/1), di ruang Balai Senat UGM.
Dalam pidato pengukuhan Guru Besar yang berjudul Kitosan Sebagai Bahan Alam Yang Kaya Akan Kegunaan di Bidang Medik (Kajian di Bidang Ilmu Prostodonsia), Titik Ismiyati mengatakan pengembangan gigi tiruan sebenarnya dibuat dengan tujuan untuk mengembalikan struktur jaringan rongga mulut yang berubah akibat hilangnya gigi, memperbaiki fungsi pengunyahan, memperbaiki fungsi pengecapan, estetis, menjaga kesehatan jaringan, mencegah kerusakan lebih lanjut dari struktur rongga mulut yang terjadi akibat hilangnya gigi, memelihara secara umum kesehatan dan fungsi sistem pengunyahan. “Pasien yang kehilangan satu atau beberapa gigi yang hilang, dapat dibuatkan gigi tiruan dengan gigi tiruan sebagian lepasan, jika semua gigi hilang akan digantikan dengan gigi tiruan yang disebut gigi tiruan lengkap,” katanya.
Beberapa syarat suatu basis (plat) dasar gigi tiruan yang ideal adalah tidak mengiritasi, mempunyai sifat mekanis yang memadai yaitu jika plat dasar gigi tiruan terkena tekanan tidak mudah mengalami perubahan yang bersifat permanen, kuat, kenyal. Selain itu sifat yang lainnya tidak terpengaruh oleh cairan mulut, tidak larut dan tidak mengabsorbsi cairan mulut, dan tidak toksik. “Pemilihan bahan resin akrilik sebagai bahan yang favorit penggunaannya perlu dikaji secara mendalam agar dapat memenuhi syarat ideal sebagai basis gigi tiruan,” ungkapnya.
Adapun kitosan sebagai bahan untuk pembuatan gigi tiruan merupakan polisakarida alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin limbah cangkang udang, kepiting, dan tiram. Limbah udang memiliki potensi untuk diolah menjadi. Sebab limbah cangkang udang terdiri dari tiga komponen utama yaitu protein (25% – 44%), kalsium karbonat (45%-50%), dan kitin (15%-20%). Kandungan kitin pada limbah cangkang udang sekitar 20%-50% berat.
Penelitian kitosan pada bahan pembuat gigi tiruan, ujarnya, telah dilakukan pada bahan basis gigi tiruan flexible denture yaitu termoplastik nilon. Bahan termoplastik nilon merupakan bahan yang banyak digunakan untuk basis gigi tiruan lepasan. Namun kini gigi tiruan flexible denture merupakan alternative pembuatan gigi tiruan yang bersifat lentur. “Bahan termoplastik nilon mempunyai kelenturan lebih baik dibandingkan termoplastik resin sehingga dalam pemakaiannya lebih nyaman, disamping itu dalam desainnya tanpa menggunakan klamer logam sebagai cengkeram,” paparnya.
Pada pemakaiannya gigi tiruan dari kitosan tersebut lebih estetis karena tidak terlihat adanya kawat yang menempel pada gigi. Namun, kelemahan bahan termoplastik nilon adalah mudah abrasi tidak tahan terhadap goresan, bersifat higroskopis dan berpori sehingga mudah menyerap pewarnaan dan molekul–molekul dalam saliva sehingga menyebabkan mudah berubah warna. “Hal ini dapat mengawali proses terbentuknya koloni mikroba seperti Candida albicans pada gigi tiruan termoplastik nilon termoplastik nilon,” imbuhnya.
Menurutnya penghambatan pertumbuhan Candida albicans dapat dilakukan dengan pembersihan pada gigi tiruan. Terdapat dua metode yang sering dilakukan untuk membersihkan gigi tiruan yaitu, metode mekanis dan kimia. Metode mekanis dilakukan dengan menyikat gigi tiruan dengan pasta gigi, sedangkan metode kimia dilakukan dengan cara merendam dalam larutan pembersih peroksida alkali, alkali hipoklorit, asam, agen desinfektan dan enzim dan Klorheksidin 2%.
Namun kedua metode mempunyai Efek negatif, yaitu terjadi perubahan warna, goresan dan penipisan pada bahan resin akrilik. Penghambatan pertumbuhan Candida albicans selain dilakukan dengan cara pembersihan gigi tiruan dapat dilakukan dengan kitosan. Penggunaan kitosan dalam menghambat Candida albican dengan metode pencampuran antara termoplastik nilon dengan nano kitosan berat molekul tinggi, dan hasilnya campuran tersebut dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans.
Upaya pengembangan gigi tiruan pun terus dilakukan oleh peneliti peneliti dari kedokteran gigi. Perkembangan bahan dan alat dalam pembuatan gigi tiruan sangat dinamis dan diiringi dengan nilai biaya yang tinggi, oleh karena itu bahan konvensional memerlukan kecepatan dan kecermatan dalam melakukan riset dengan inovasinya. Namun tidak menutup kemungkinan bisa menemukan hasil bahan yang bersifat biokompatibel, antifungi, antibakteri dan berkekuatan mekanik dan fisik serta berharga murah yang dapat diaplikasikan dalam pembuatan gigi tiruan. “Sampai saat ini percobaan tersebut juga masih berlangsung di bidang Ilmu Prostodonsia FKG UGM,” pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Donnie Tristan