Kesenjangan antara sistem pendidikan dan industri masih sangat tinggi. Pasalnya, kompetensi lulusan yang dibutuhkan oleh industri masih belum dapat dipenuhi oleh sistem pembelajaran di Indonesia. Di titik inilah sekolah-sekolah vokasi dibentuk untuk mendekatkan gap tersebut. Disamping itu, pelaku industri juga masuk ke dunia pendidikan vokasi untuk mendukung pembangunan kompetensi sumber daya manusia yang siap kerja. Hal itu mengemuka dalam Diskusi Publik dan Partnership Gathering INOVOKASIA yang bertajuk “Vokasi untuk Indonesia Emas 2045” yang berlangsung di Hotel Tentrem Yogyakarta, Kamis (12/9).
Diskusi publik yang diselenggarakan Sekolah Vokasi UGM dan UNY menghadirkan beberapa narasumber diantaranya Garin Nugroho selaku sutradara dan Direktur Artistik Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, Adi Nuryanto, S.T., M.T., selaku Direktur Kemitraan dan Penyelarasan DUDI, Direktorat Jenderal Vokasi Kemendikbudristek RI dan Timothius Apriyanto selaku Sekretaris Kamar Dagang Indonesia (KADIN) DIY.
Garin memberikan pandangannya soal pendidikan vokasi dan industri dari sudut pandang seorang seniman dan budayawan. Menurutnya, masih banyak pekerjaan di Indonesia yang bersifat low skill sehingga sulit bersaing dengan karya-karya seni dari negara lain. Ia juga menyinggung bagaimana Amerika Serikat membuat pelatihan keterampilan besar-besaran mulai dari jenjang SD sampai SMA. “Agar kita bisa mencapai titik high skill, dasarnya adalah karakter, pendidikan, dan pelatihan,” ujar Garin.
Adi Nuryanto mengungkapkan saat ini terdapat gap antara sistem pendidikan dan industri yang disebabkan kompetensi SDM yang dibutuhkan oleh industri masih belum dapat dipenuhi oleh sistem pembelajaran di perguruan tinggi di Indonesia. “Di titik inilah sekolah-sekolah vokasi dibentuk untuk mendekatkan gap tersebut,” katanya.
Sementara Timothius menilai pendidikan vokasi juga memperhatikan perubahan transformasi industri digital karena perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) berpotensi menyebabkan 14 juta orang kehilangan pekerjaannya dan diprediksi akan semakin banyak pekerja yang terdampak. “Dibutuhkan transformasi dari industri yang bersifat low cost menjadi industri yang berbasis kreativitas,” paparnya.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., dalam sambutannya mengatakan pendidikan vokasi berperan penting dalam mendorong kemajuan industri di tanah air. Wening mengapresiasi komitmen mitra industri selama ini berkolaborasi dengan Sekolah Vokasi UGM dalam mendukung kompetensi lulusan SDM yang betul-betul sesuai dengan yang dibutuhkan oleh industri. “Kolaborasi antara vokasi dan industri ini menjadi fondasi kuat terciptanya Indonesia Emas 2045,” ucap Wening.
Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono, turut hadir dalam acara ini memberikan keynote speech terkait pentingnya pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam transformasi industri 4.0 menuju industri 5.0. Menurutnya, untuk menghadapi tantangan revolusi menuju era pasca industri, sekolah-sekolah vokasi di DIY harus melakukan integrasi dan penguatan kemitraan. “Pelaku industri juga harus turut berpartisipasi karena peningkatan pekerja yang berkualitas juga akan berpengaruh pada industri itu sendiri,” ujar Beny.
Penulis : Tiefany
Editor : Gusti Grehenson