Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan teknologi terbaru yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan dewasa ini. Saat ini, peneliti berlomba-lomba untuk menciptakan kecerdasan buatan yang dapat membantu manusia di segala bidang. Kementerian Komunikasi dan Digital (Kementerian Komdigi) menggandeng UGM untuk mengajak masyarakat mengenal teknologi kecerdasan buatan dan meningkatkan kemampuan literasi digital.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI, Meutya Hafid, menuturkan pihaknya menggandeng kampus seperti UGM untuk mempersiapkan generasi muda yang mampu menahkodai teknologi kecerdasan buatan. Menurutnya, kampus merupakan perpanjangan tangan yang tepat antara Kementerian Komdigi dengan masyarakat dalam hal peningkatan literasi digital di tanah air. “Untuk menyongsong kemajuan teknologi, utamanya AI, Indonesia masih butuh 9 juta digital talent sampai tahun 2030,” katanya kepada wartawan di sela kunjungannya meninjau kegiatan yang bertajuk “Komdigi Menjangkau: Campus, We’re Coming!”, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komdigi, Universitas Gadjah Mada dan Microsoft di Auditorium Grha Sabha Pramana UGM, Rabu (11/12). Selain diskusi juga dilaksanakan bersamaan dengan job fair dari berbagai perusahaan digital Indonesia, di antaranya adalah OVO dan Digitalent.
Meutya menegaskan perusahaan-perusahaan teknologi digital juga telah berkomitmen untuk mengembangkan sumber daya manusia Indonesia di bidang teknologi digital. “Kita dorong perusahaan teknologi besar global untuk terlibat sehingga Indonesia tidak hanya berperan sebagai konsumen, tetapi juga melahirkan SDM yang kompeten juga,” ujar Meutya.
Meskipun AI digadang-gadang dapat menjadi pendamping atau asisten manusia, tetapi masih terdapat tantangan yang harus dihadapi. Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, mengungkapkan bahwa penggunaan AI belum sepenuhnya optimal, sehingga masih sering terjadi kelalaian dan error. Salah satunya adalah munculnya teknologi AI yang di-training untuk menjadi bias dan diskriminatif terhadap ras dan agama tertentu. Selain itu, lemahnya privasi keamanan dan minimnya pengawasan menjadi masalah yang harus segera ditangani.
Menurutnya penggunaan AI harus memiliki prinsip tata kelola yang bisa dipercaya dan aman dari segala risiko. Oleh karena itu, keamanan, inklusi, dan tanggung jawab merupakan hal yang harus dijunjung tinggi. Ia juga berpesan bahwa meskipun penggunaan AI sudah dan akan terus makin marak, etika berteknologi harus tetap dijunjung tinggi. “Kuasailah AI, jangan sampai AI yang menguasai kita,” ujar Nezar.
Senada dengan Nezar, Panji Wasmana selaku Direktur National Technology Officer Microsoft Indonesia menuturkan bahwa penggunaan AI harus diiringi dengan kemampuan berpikir kritis. Sering kali, masyarakat menelan mentah-mentah informasi yang disediakan oleh AI tanpa mengecek kembali kebenarannya. Diperlukan penguatan etika dan nilai-nilai dasar siswa agar manusia tidak disetir oleh AI. “Kita harus menjadi pilotnya, biarkan AI menjadi copilotnya,” pungkasnya.
Penulis : Tiefany
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto