
Di ujung barat Sulawesi Barat, Tim KKN Arung Campalagian berinovasi mengembangkan prototipe alat pemantau suhu berbasis Internet of Things (IoT) untuk konservasi penyu di Pantai Ba’batoa, Desa Lapeo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Tim mahasiswa KKN ini terdiri dari Rizal Kurniawan Saputra (Teknik Elektro), Salma Nur Jihan (Teknologi Rekayasa Internet), dan Wahyudi Maulana (Teknik Fisika) merancang alat yang dinamakan “Online Hatchery”. Alat ini menggunakan mikrokontroler ESP32 sebagai pusat kendali, serta dua sensor utama: DHT22 untuk mengukur suhu udara sekitar sarang, dan DS18B20 yang ditanam di dalam pasir untuk memantau suhu sarang secara langsung.
Rizal mengatakan, Pantai Ba’batoa menjadi lokasi penting konservasi penyu yang dikelola oleh NGO Laut Biru, yakni organisasi nirlaba yang aktif menjaga ekosistem laut melalui konservasi penyu, terumbu karang, pengelolaan sampah laut, hingga penanaman mangrove. Laut Biru mencatat tingkat keberhasilan penetasan telur penyu mencapai 90 persen. “Namun, persoalan muncul ketika sebagian besar tukik yang menetas berjenis kelamin betina akibat suhu pasir sarang yang cenderung hangat, sekitar 28-30°C. Padahal, tukik jantan terbentuk pada suhu lebih rendah, yakni 26-28°C,” katanya ketika diwawancara, Selasa(19/8).
Busdar, konservator dari Komunitas Laut Biru mengatakan pihaknya belum memiliki perangkat untuk memantau suhu pasir sarang secara akurat dan berkelanjutan. Menurutnya, alat ini menjadi yang pertama bagi mereka untuk melakukan monitoring. “Sebelumnya hanya menggunakan alat milik peneliti yang kebetulan datang ke sini. Jika tidak ada peneliti, ya tidak ada alat,” ujar Busdar.
Melalui alat ini, kata Rizal, data suhu sarang penyu dapat dipantau secara daring, sehingga pihak Laut Biru bisa mengambil langkah antisipasi, misalnya mengatur naungan atau kelembapan, guna menyeimbangkan rasio kelamin tukik. “Sempat ada pertanyaan apakah bisa jika ini diimplementasikan ke konservasi lain di Kalimantan?, dan ini sangat mungkin dilakukan, namun dengan catatan harus terdapat internet jika tetap ingin memantau data dari jarak jauh,” ujar Rizal.
Dengan inovasi ini, tim KKN UGM Arung Campalagian berharap agar konservasi penyu di Pantai Ba’batoa tidak hanya mempertahankan tingkat penetasan yang tinggi, tetapi juga menjaga keseimbangan populasi jantan dan betina demi keberlanjutan spesies di masa depan.
Penulis : Lintang Andwyna
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Lautsehat.id dan Tim KKN Arung Campalagian