Aplikasi TikTok telah merajai media sosial sejak beberapa tahun terakhir. Kebebasan berekspresi melalui konten menjadi daya tarik tersendiri dalam aplikasi ini. Terlebih dengan adanya fitur gift atau pemberian hadiah, penonton dapat memberikan hadiah berupa uang pada pelaku konten. Hal ini membuat TikTok justru menjadi sumber mata pencaharian beberapa orang. Ironisnya, fenomena ini menjadi tidak sehat karena banyak orang rela melakukan apapun untuk mendapatkan penghasilan dari TikTok.
Tim mahasiswa UGM dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Sosial-Humaniora (RSH) yang beranggotakan lima orang, yakni Bulan Churniati (Sastra Inggris, 2021). Zahra Hafizha Rahma (Ilmu Komunikasi, 2021), Regan Alim Tsaqif (Psikologi, 2022), Aisyah Azka (Geografi, 2020), dan Faruq Saifudin Nurrohman (Peternakan, 2021) berhasil mengungkap fakta menarik dalam fenomena tersebut. Berada di bawah bimbingan dosen pendamping Syaifa Tania, S.I.P., M.A., tim ini melakukan riset terhadap 401 pengguna aktif TikTok dalam skala nasional.
“Kami melakukan penelitian pada 401 orang, dan dari jumlah tersebut dipilih 5 orang untuk mengikuti focus group discussion secara offline dan 3 orang untuk wawancara daring. Sebanyak 348 responden setuju bahwa gift yang diberikan penonton pada live streaming konten sawer online memberikan penghasilan bagi live streamer. Dan sebanyak 293 orang setuju kalau konten sawer online merupakan tindakan eksploitasi untuk mendapatkan keuntungan finansial,” tutur Zahra.
Penelitian ini menyebut adanya tindakan yang memanfaatkan rasa belas kasihan, sehingga memicu pengguna untuk memberikan donasi. Akibatnya, munculah konten-konten lainnya yang ikut menjadikan TikTok sebagai sumber kekayaan baru. Konten tersebut memang bermacam-macam, mulai dari yang menghibur, hingga yang membahayakan. Fenomena ini disebut sebagai salah satu bentuk dari eksploitasi ekonomi modern.
Tak hanya itu, riset ini juga mengungkapkan berbagai opini terkait fenomena sawer online yang kian marak. Mayoritas responden, yakni 229-280 orang menyatakan perilaku tersebut merupakan kegiatan yang membahayakan, tidak memiliki perlindungan hukum, memunculkan ketidakadilan, serta tidak bermoral. Dampaknya, muncul pemikiran akan kekayaan instan yang bisa didapatkan melalui TikTok, hingga membuat banyak orang meniru konten ini. Adanya sawer online juga memperlihatkan seolah pengguna rela melakukan apa saja, termasuk tindakan tidak senonoh dan berbahaya, untuk mendapatkan gift dari penonton. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, mengingat pengguna TikTok berasal dari berbagai usia, termasuk anak di bawah umur.
Riset ini tidak hanya berhenti sebagai hasil penelitian saja. Bulan dan tim juga berinisiatif untuk melakukan kampanya untuk menyebarkan kesadaran pada masyarakat akan fenomena sawer online. “Riset yang dilakukan bukan hanya berhenti pada aksi mencari, melainkan juga menyebarkan apa yang perlu disebar, yaitu pemahaman masyarakat akan fenomena ini. Harapannya, setelah riset ini usai, semakin banyak aksi positif baik dari platform TikTok, pemerintah, maupun sesama masyarakat untuk bersama-sama menegur, menindak, dan memberhentikan segala jenis eksploitasi modern yang muncul serta perilaku sawer atau pemberian gift terhadapnya,” ungkap Bulan selaku ketua tim.
Penulis: Tasya