
Meraih predikat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi dan sempurna merupakan kebanggaan bagi seorang wisudawan. Hal itulah yang dirasakan oleh Sri Astutiningsih dari Program Studi Magister Kependudukan, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Ia merupakan salah satu dari 10 lulusan dengan IPK sempurna 4,00 di antara 1.263 lulusan master yang diwisuda pada Rabu (23/4) lalu.
Perempuan yang kerap disapa Tuti ini mengaku senang dan bangga bisa meraih predikat IPK tertinggi. Apalagi perkuliahan yang dilakoninya tidaklah mudah, ia harus menyiasati waktu kuliah dan belajar seraya mengasuh kedua anaknya yang masih balita. Sementara sang suami bekerja di luar kota. Sesekali pulang saat mengambil libur kerja. “Tentu saja perjuangan untuk sampai ke sini terasa berat. Perasaan campur aduk ya, senang juga haru juga, karena S2 ini agak beda dari S1,” ujarnya, Selasa (6/5) di Kampus UGM.
Tuti saat ini bekerja di Direktorat Statistik Ketahanan Nasional Badan Pusat Statistik (BPS) semenjak 2018 ini mengaku mendapatkan beasiswa LPDP pada tahun 2022 untuk melanjutkan perkuliahan di UGM. Tuti mengaku alasannya memilih Program Studi Kependudukan di UGM dikarenakan prodi ini sesuai dengan penjurusan yang pernah ia ambil di Politeknik Statistika STIS, yaitu Statistik Kependudukan dan juga sesuai dengan bidang kerjanya. “Relate sama pekerjaan, jadi pekerjaan itu banyak yang berhubungan dengan bagaimana memotret kondisi penduduk, mulai dari tingkat kesejahteraan maupun tingkat kemiskinan,” katanya.
Selain itu, Tuti pun mengungkapkan bahwa salah satu pertimbangan lain mengapa ia memilih UGM ialah karena prodi Kependudukan yang ada sudah terbilang cukup lama, sehingga ia percaya bahwa dosen-dosen yang mengajar di kampus ini juga sudah mumpuni di bidang tersebut. Lebih lanjut, prodi Kependudukan yang ada di UGM ini lebih sesuai dengan bidangnya yaitu kewilayahan. ”Kalau aku jujur ini karena kerjanya dulu pernah di bagian kewilayahan, jadinya lebih relate ketika aku mengambil jurusannya itu,” ungkapnya.
Selama perkuliahan, ia mengaku dosen-dosen dan tenaga kependidikan cukup membantu dirinya. Terlebih dirinya harus membagi peran sebagai seorang ibu dan mahasiswa sekaligus. Ia masih ingat, pernah suatu ketika ia harus presentasi online, di saat yang sama anaknya sedang dirawat di rumah sakit. Ia bahkan harus melakukan presentasi sambil memangku anaknya yang sedang diinfus. Beruntungnya, presentasinya saat itu berjalan lancar. Ia mengaku bahwa hal tersebut dapat terjadi berkat dosen-dosennya yang baik, dan teman-temannya yang suportif sehingga ia dapat melewati hal tersebut dengan lebih mudah.
Soal penelitian disertasi yang dikerjakannya, Tuti bercerita mengenai disertasi yang dipilihnya mengangkat judul “Pengaruh Karakteristik Individu dan Indeks Kesulitan Geografis Terhadap Subjective Well-Being di Indonesia”. Ia memilih topik ini karena berhubungan pada pekerjaannya saat ini, salah satu produk dan survei yang dilakukan adalah mengenai survei pengukuran tingkat kebahagiaan di Indonesia. Tuti pun berusaha untuk mengelaborasi dari sisi kewilayahan dengan menggunakan salah satu data yang dihasilkan BPS dan unit kerjanya, yaitu indeks kesulitan geografis di kawasan desa, hasil karakteristik individu, dan hasil survei pengukuran tingkat kebahagiaan. “Saya mencoba melihat bagaimana kondisi dari suatu desa, baik dari aksesibilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonominya terhadap kebahagiaan penduduk di desa tersebut,” ujarnya.
Salah satu indikator yang dihasilkan adalah indeks kebahagiaan yang sudah digunakan oleh negara lain dalam mengambil kebijakan. Sayangnya, di Indonesia sendiri masih berupa indikator saja, dan belum dijadikan untuk acuan pembentukan kebijakan. Selain itu, ia pun mengangkat isu terkait potensi desa dimana datanya masih jarang digunakan untuk kajian ilmiah. Bahkan masih terbatas sekali digunakan untuk rujukan pembentukan kebijakan. “Sayang sekali data yang sekaya ini belum dimanfaatkan secara optimal,” jelasnya.
Soal tips untuk meraih prestasi akademik yang bagus di tengah kesibukan dan perannya sebagai seorang ibu dari dua anak balita, Tutik menegaskan pentingnya manajemen waktu untuk membagi peran dan tanggung jawab sebagai perempuan namun masih dapat berkarya, berprestasi, dan juga memiliki pendidikan yang tinggi. “Jadi jangan sampai kita berhenti karena peran kita sebagai seorang ibu. Kita berkarya tidak hanya untuk diri kita dan keluarga, tapi untuk masyarakat dan negara,” tutupnya.
Penulis : Leony
Editor : Gusti Grehenson