Daerah Istimewa Yogyakarta tengah mengalami persoalan sampah seiring ditutupnya Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Piyungan. Berangkat dari persoalan ini, tim mahasiswa UGM membuat sebuah inovasi untuk mengurangi sampah plastik, oli bekas, sampah sekam padi dengan membuat batako dengan ketiga bahan tersebut.
Tim mahasiswa yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) ini terdiri dari Mohammad Ridwan, prodi Teknik Sipil dan Lingkungan, Yohanes Mario Putra Bagus dari prodi Teknik Fisika, Shafa Zahra Aulia dari prodi Kimia FMIPA, Ratri Dwiyanti dari prodi Akuntansi FEB dan Rakha Faiq Muyassar dari prodi Teknik Industri, Fakultas Teknik.
Dalam pemaparannya kepada wartawan, Senin (8/7), Yohanes Mario Putra Bagus atau akrab disapa Mario, mengatakan bahwa inovasi batako yang dikembangkan oleh timnya berangkat dari permasalah sampah plastik yang sulit diatasi oleh masyarakat, apalagi sampah tersebut sulit terurai di alam. “Negara kita merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia, sampah ini sulit terurai sehingga perlu penanganan,” kata Mario di ruang Fortakgama.
Selanjutnya, timnya sengaja memilih oli bekas menjadi salah satu limbah yang perlu diperhatikan yang selama ini hanya dimanfaatkan untuk bahan pembasmi rayap. Sementara bahan abu sekam diketahui mengandung silika yang ditengarai bisa meningkatkan kualitas kualitas batako. “Mengolah ketiga bahan tadi untuk meningkatkan kualitas batako yang kita bikin,” kata Mario.
Shafa Zahra Aulia menambahkan abu sekam padi mengandung lebih dari 90 persen silika selain mampu meningkatkan ketahanan batako agar tidak mudah retak namun juga abu sekam ini mampu menyerap logam berat dari oli bekas. “Senyawa silika ini mampu menyerap logam berat dari oli agar tetap aman,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Rakha Faiq Muyassar menyebutkan batako yang mereka buat ini mampu meminimalisir dampak dari gempa bumi. “Desainnya dibentuk dengan gaya lateral untuk meminimalisir gempa dan menahan retakan dan patahan,” katanya.
Ratri Dwiyanti menerangkan hasil inovasi sebagai bentuk dari PKM Kewirausahaan maka produk ini juga dijual ke masyarakat. Namun untuk dijual, pihaknya sudah melakukan penelitian lebih mendalam terkait standar ketahanan dan kekuatan batako pada umumnya. Untuk satu batako dijual dengan harga 5.300 rupiah. Setiap harinya mereka memproduksi sekitar 120 batako. “Satu bijinya kita jual 5.300 rupiah yang sekarang kita promosi dan jual ke agen properti perumahan dan toko bangunan,” katanya.
Menjawab soal komposisi ketiga bahan tersebut untuk produksi satu batako, Mario menyebutkan mereka menggunakan rasio penggunaan semen dan pasir 1 berbanding 6, selanjutnya untuk bahan sampah plastik yang sudah dipotong kecil dengan persentase 25 persen, abu sekam padi 10 persen dan campuran oli bekas 1-3 persen.
Penulis: Gusti Grehenson
Foto: Firsto