
Penggunaan pupuk dan bahan kimia dalam pertanian sering dianggap sebagai solusi instan dalam meningkatkan hasil panen. Hal ini memungkinkan dalam meningkatkan produktivitas pertanian dan memberikan nutrisi tambahan seperti kalium, NPK, nitrogen, dan fosfor yang dibutuhkan untuk tanaman. Akan tetapi, penggunaan pupuk dan bahan kimia secara berlebih memungkinkan munculnya dampak serius akan penurunan kualitas tanah, pencemaran air, hingga berdampak buruk pada kesehatan manusia.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Tim PKM-PM Universitas Gadjah Mada bersama Karang Taruna Permadi 13 di Desa Jamblangan, Kecamatan Seyegan, Sleman. Kerja sama ini menginisiasi program Jamblangan Grow+ (JGrow+) yang berfokus pada pemanfaatan limbah ternak seperti feses dan urin hewan yang diolah menjadi Pupuk Organik Plus (POP) dan Biofertilizer.
Selain limbah dan hewan ternak, sampah sisa rumah tangga dan tembakau juga dapat dimanfaatkan guna memperkaya kualitas pupuk yang dibuat. Hal ini membuat hasil pupuk mengandung sembilan jenis mikroorganisme yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman. “Limbah ternak atau farm waste mengandung unsur yang bermanfaat seperti nitrogen yang terkandung dalam urin dan karbon organik yang ada pada feses. Limbah ternak tersebut memiliki manfaat sebagai nutrisi alami tumbuhan,” ujar Tsabita Afidati selaku ketua tim, Sabtu (18/10).
Tsabita mengatakan, proses produksi limbah ternak berlangsung melalui fermentasi yang membutuhkan waktu sekitar 1 – 1.5 bulan untuk menghasilkan Pupuk Organik Plus (POP). Sedangkan pembuatan biofertilizer membutuhkan waktu fermentasi lebih singkat yaitu hanya sekitar 10 – 14 hari. Lebih lanjut, ia menjelaskan indikator sederhana yang bisa menjadi tolok ukur dalam menilai kelayakan produk hasil produksi limbah ternak. Setelah itu, produk bisa disimpan di ruangan tertutup dengan tetap dilakukan pelepasan gas setiap dua minggu sekali guna menjaga kualitas. “Kelayakan produk dapat diuji dengan memperhatikan warna cairan. Pada produk biofertilizer, perubahan warna dan aroma seperti kecap manis,” ujarnya.
Inovasi ini membekali masyarakat dengan pengetahuan tentang pengemasan, strategi promosi, dan manajemen organisasi supaya masyarakat dapat melanjutkan secara berkelanjutan. Tsabita menambahkan, dalam upaya memperluas dampak, tim juga menerapkan metode Training of Trial (ToT) pada masyarakat agar dapat langsung mempraktikkan teknik pengolahan limbah menjadi pupuk serta membuat video tutorial yang diunggah melalui kanal YouTube. “Dengan adanya metode Training of Trial (ToT) dan unggahan video tutorial pengolahan limbah dapat menjadi sarana penyebarluasan pengetahuan yang menjangkau masyarakat luas,” jelasnya.
Tim berharap, adanya inovasi ini tidak sekadar program teknis dalam pembuatan limbah saja. Dengan adanya dukungan dan pendampingan kepada masyarakat, diharapkan masyarakat mampu mandiri untuk mengelola inovasi Pupuk Organik Plus (POP) dan biofertilizer secara berkelanjutan. Apalagi dengan didukung kolaborasi dari Karang Taruna Permadi 13 dapat menggerakan anak muda dalam mengelola dan membantu permasalahan yang ada di desa secara maksimal. “Dengan pemanfaatan potensi lokal dan sumber daya manusia yang memadai, tidak hanya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, tetapi ikut dalam memberdayakan generasi muda sebagai pionir perubahan,” pungkasnya.
Penulis : Cyntia Noviana
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Tim PKM