Nang … ning … neng … gung …
Nang … ning … neng … gung …
Begitulah bunyi yang terdengar di saat kita sedang berada di dalam gedung Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Bunyi gamelan tradisional tersebut bukan dari gamelan langsung melainkan bersumber dari seperangkat gamelan elektronik.
Gameltron begitulah nama yang diberikan kepada seperangkat gamelan elektronik hasil karya Tim Peneliti Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada yang dipimpin Ir. Addin Suwastono, S.T., M.Eng., IPM.
Gameltron yang sering terdengar saat ini merupakan Gameltron generasi kedua hasil kreasi dari Prof. Adhi Susanto, M. Sc., Ph. D., Guru Besar Emeritus DTETI FT UGM pada sekitar tahun 1970. Kini, menjelang dua tahun sejak berpulangnya Prof. Adhi Susanto pada Januari 2022, hasil kreasi peninggalannya tengah dipersiapkan dalam wujud baru sebagai keberlanjutan generasi Gameltron dengan nama sama.
Addin Suwastono menjelaskan ada perbedaan antara Gameltron generasi pertama dengan generasi kedua yang kini tengah dikembangkan. Perbedaan tersebut utamanya terletak pada bentuk.
Hasil karya Prof. Adhi Susanto berbentuk menyerupai keyboard yang terbuat dari kayu. Bentuk yang ukurannya relatif lebih kecil tersebut bisa menghasilkan suara yang sama dengan suara gamelan sebelumnya. “Sayangnya, Gameltron tersebut sekarang sudah tidak dalam kondisi yang bisa dimainkan lagi,” ujar Addin, di DTETI FT UGM, Jumat (17/11).
Addin lebih lanjut menjelaskan dibandingkan dengan Gameltron generasi pertama, Gameltron kreasi karyanya bersama Tim Peneliti DTETI dibuat menyerupai gamelan aslinya baik secara bentuk maupun ukurannya. Hanya saja bahan yang dipilih berbeda, dalam rancangan Gameltron generasi kedua untuk sementara dibuat dengan rotan.
“Meski begitu tidak menutup kemungkinan akan dibuat lagi dengan bahan lain, tentu dengan biaya produksi yang tetap murah,” ucap Addin.
Keputusan mengembangkan Gameltron generasi kedua, menurut Addin, dikarenakan adanya keresahan dirinya dan tim terhadap penelitian-penelitian mengenai keberadaan gamelan elektronik. Dari penulusuran yang dilakukan tim peneliti terhadap inovasi gamelan elektronik, diakui, memang banyak inovasi ditemukan namun sayang tidak sedikit yang justru mengubah bentuk gamelan asli.
“Misalnya menjadi menyerupai tablet atau bentuk lain. Cara mainnya pun juga berbeda, jadi dipencet-pencet,” jelas Addin.
Ciri khas dari Gameltron Generasi kedua adalah dimainkan dengan cara tetap ditabuh dan dengan posisi duduk seperti memainkan gamelan asli. Tim peneliti tetap berkeinginan mempertahankan pengalaman bermain gamelan dan tidak berkehendak mendisrupsi.
Terdapat tiga bagian dalam Gameltron hasil kreasi Addin dan tim. Pertama, controller atau trigger, merujuk pada gamelan fisik yang nantinya akan ditabuh oleh pemain menggunakan penabuh gamelan. Kedua, sound module, yakni perangkat yang berfungsi untuk merekam, menghasilkan, dan memanipulasi suara untuk dikelola dalam berbagai bentuk. Ketiga, speaker amplifier, untuk meningkatkan dan memperkuat sinyal suara dari sound module untuk menghasilkan suara yang dapat didengar dengan jelas.
Bentuk fisik dari Gameltron generasi kedua, kini dapat ditemukan di lantai 2 DTETI, Fakultas Teknik UGM. Menurut rencana, Gameltron generasi kedua akan diluncurkan dalam rangkaian Lustrum XII DTETI FT UGM pada hari Sabtu (18/11) saat dilaksanakan Reuni Akbar.
Selain Ir. Addin Suwastono, S.T., M.Eng., IPM, dosen-dosen lain yang terlibat dalam pengembangan Gameltron generasi kedua antara lain Dr.Eng. Silmi Fauziati, S.T., M.T, Prof. Dr. Ir. Risanuri Hidayat, M.Sc., IPM, Ir. Eka Firmansyah, S.T., M.Eng., Ph.D., IPM, dan Enas Dhuhri Kusuma, S.T., M.Eng. Penelitian dan pengembangan Gameltron generasi kedua inipun melibatkan 19 mahasiswa.
“Tak ketinggalan para pihak luar yang turut andil berkolaborasi, Dr.Eng. Agustinus Winarno, S.T., M.Eng., Industrial Product Design and Development Sekolah Vokasi UGM dan Ibu Suherjan, pemilik gamelan ageng Kiyai Suherjan Gedongkiwo Yogyakarta,” imbuh Addin.
Penulis: Rasya Swarnasta – Agung Nugroho
Fotografer: Arwin Pamungkas