
Ledakan amunisi kedaluwarsa di kawasan militer di Garut, Jawa Barat yang menewaskan sedikitnya sembilan orang termasuk warga sipil terjadi pada beberapa pekan lalu meninggalkan pilu bagi keluarga korban. Bahkan kejadian ini menimbulkan sorotan tajam dari masyarakat, sejauh mana proses mitigasi dalam penanganan amunisi milik militer dan keterlibatan warga sipil yang akhirnya menjadi korban.
Sosiolog UGM, Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos., M.Si., menilai tragedi ini mencerminkan praktik keliru yang telah lama berlangsung, yakni kerja sama transaksional antara personel TNI dengan warga sipil yang mengabaikan keselamatan. “Fenomena ini bukan sesuatu yang baru. Keterlibatan warga sipil dalam proses pemusnahan bom sudah seperti bisnis rutin. Ada sisa ledakan yang bisa dijual, ada aliran uang, tapi aspek keselamatan diabaikan begitu saja,” tegas Derajad, Senin (26/5).
Menurutnya, keberadaan warga sipil di area militer menunjukkan adanya celah prosedural serius. Padahal, kawasan tersebut seharusnya terbatas dan hanya bisa diakses oleh personel militer yang memiliki keilmuan dan kewenangan terkait hal itu. “Kalau warga sipil sampai jadi korban akibat dipekerjakan, itu artinya informasi soal jarak aman dan risiko ledakan tidak diberikan atau lebih buruk lagi dianggap sepele. Ini jelas pengabaian keselamatan,” ujarnya.
Derajad turut mengomentari langkah cepat Gubernur Jawa Barat, Deddy Mulyadi, yang menjanjikan santunan hingga Rp50 juta serta jaminan pendidikan anak-anak korban. Meski langkah ini nilainya positif, Derajad mengingatkan bahwa tanggung jawab utama sebenarnya ada di pihak militer. “Gubernur memang menunjukkan empati, tetapi secara kewenangan yang harus bertanggung jawab adalah pihak militer karena ini kegiatan di bawah domain mereka,” jelasnya.
Ke depan, ia menekankan pentingnya pengawasan ketat pasca kejadian agar kasus serupa tak terulang kembali dan memastikan seluruh keluarga korban mendapatkan kompensasi seperti yang telah dijanjikan. “Kita sering terlena karena merasa kegiatan seperti ini sudah biasa, padahal itu menyangkut keselamatan jiwa. Jangan lagi ada sikap ‘bisnis as usual’ dalam urusan yang risikonya sebesar ini,” pungkasnya.
Penulis : Bolivia Rahmawati
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Detik.com