
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani dalam acara International Conference on Infrastructure (ICI) di JCC Senayan, 12 juni lalu menyampaikan bahwa lembaga baru bakal bermunculan di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Bahkan dalam waktu dekat Presiden akan membentuk Badan Penerimaan Negara. Sebelumnya sudah ada 8 lembaga baru yang dibentuk oleh Presiden diantaranya Badan Gizi Nasional (BGN), BPI Danantara, Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Badan Penyelenggara Haji (BPH), dan Badan Penyelenggara jaminan Produk Halal (BPJPH).
Pakar Kebijakan Publik UGM, Agustinus Subarsono, Ph.D., menilai pembentukan badan atau lembaga baru menyebabkan terjadinya spesialisasi fungsi karena lembaga baru tersebut akan memiliki fungsi yang lebih spesifik yang sebelumnya dilakukan oleh lembaga lain yang memiliki multi fungsi, sehingga masalah yang muncul akan segera cepat terselesaikan. “Lembaga baru tersebut kemungkinan besar dapat mendorong inovasi karena punya gagasan baru, didukung oleh sumber daya manusia baru yang lebih segar dan bisa menggunakan teknologi informasi kekinian,” kata Subarsono, Senin (23/6).
Namun demikian, imbuhnya, lembaga baru yang bermunculan tersebut mengalami tumpang tindih fungsi dengan lembaga lainnya apabila tidak didesain secara serius dan kajian yang layak. Bahkan lembaga baru juga akan menyebabkan pembengkakan anggaran negara yang bisa jadi tidak sedikit untuk gaji pegawai dan penyediaan infrastruktur fisik dan teknologi. “Dalam kondisi ekonomi saat ini, melahirkan badan atau lembaga baru di luar kementerian yang sudah ada pantas dipikirkan serius. Lembaga baru tersebut bisa malah melahirkan inefisiensi, yang selama ini diamanatkan oleh presiden Prabowo,” ujarnya.
Di lain sisi ia juga menyampaikan bahwa adanya tantangan utama yang akan dihadapi pemerintah dalam hal pengelolaan keuangan negara dengan munculnya berbagai lembaga baru ini adalah anggaran negara (APBN) tentu bertambah karena pemerintah perlu menyediakan dana untuk operasional lembaga baru, seperti gaji pegawai, gedung, peralatan, teknologi, dan biaya kegiatan. “Lahirnya lembaga baru akan terjadi fragmentasi anggaran. Alokasi anggaran untuk masing-masing kementerian atau sektor bisa berkurang dengan adanya lembaga baru tersebut. Dari pendekatan ekonomi barangkali perlu analisis cost-benefit-nya sebelum lembaga baru tersebut diluncurkan,” paparnya.
Subarsono mencontohkan, struktur kelembagaan baru seperti Badan Penerimaan Negara dirancang agar tidak menimbulkan beban birokrasi baru tetapi mempercepat reformasi fiskal. Namun sebagai lembaga negara yang otonom, maka BPN akan bertanggung kepada presiden dan ini berarti menambah tugas presiden. “Sebagai Badan Otorita akan bisa bergerak lebih leluasa dan mampu meningkatkan penerimaan negara ke depan,” pungkasnya.
Subarsono berharap bahwa proliferasi atau pembentukan kelembagaan baru sebaiknya dilakukan secara cermat, pertimbangan matang dan dukungan kajian akademis, bukan tergesa-gesa karena pemekaran kelembagaan berimplikasi ekonomi, politik dan sosial. Implikasi ekonomi seperti penambahan anggaran negara. Bahkan dari implikasi politik, yakni terjadi pergeseran kekuasaan ke arah lebih sentralistik. “Sedangkan implikasi sosial, yakni terjadi mutasi pegawai dan perlu persiapan kompetensi pegawai sesuai dengan tupoksi lembaga baru tersebut, dan ini perlu waktu,” pungkasnya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik