Meramaikan Dies Natalis ke-74, Universitas Gadjah Mada menggelar pentas ludruk. Pentas ludruk berlangsung hari Sabtu malam (16/12) seusai penganugerahan alumni mengabdi. Pentas ludruk mengusung kisah Tumpengan Pilihan Lurah yang secara garis besar bercerita tokoh Pak Lurah yang menginginkan anaknya menjadi kandidat Lurah pada Pilkades mendatang. Tokoh Lurah ini meminta semua aparat desa untuk melancarkan keinginannya agar sukses melanggengkan kekuasaannya dengan segala cara.
Rencana ini pun didukung oleh Jagabaya, Kamitua 1, Kamitua 2, Pak Carik, dan para pendukungnya. Bahkan rencana ini sebenarnya sudah mendapatkan ’peringatan’ oleh tokoh Bayan, namun Lurah Incumbent tetap saja bersikeras agar anaknya, Gus Aji menjadi lurah.
Alasannya anaknya penuh prestasi dan dekat dengan generasi Z. Bahkan, lurah telah menyiapkan 2 peti uang untuk ongkos politik termasuk pesta tumpengan dan tayuban. Tanpa disangka-sangka, pencalonan lurah itu dapat pesaing kuat, yakni Srikandi Menthelwati, putri mantan Lurah (Lurah Dongkol).
Lebih dari itu, para pembantunya 3 baturwati setia lurah Incumbent membelot masuk partai pengusung lawan, dan menjadi tim sukses Menthelwati. Bahkan direncanakan akan ada perayaan tumpengan juga ulang tahun Lurah Dongkol.
Akhirnya, kedua kubu itu sepakat buat acara dobel tumpengan di kelurahan. Semua orang akhirnya terlibat makan tumpeng gratifikasi dan dapat amplop. Hanya Bu Lurah saja yang tidak sempat mencicipi karena sedang dinas rapat di luar kota, dan cerita pun diakhiri antiklimaks, karena dua calon lurah ternyata adalah sepasang kekasih yang selama ini diam-diam merajut benang asmara.
Pementasan melibatkan para pimpinan universitas dan fakultas, diantaranya Rektor, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG., Ph.D berperan sebagai bu Lurah dan Muhammad Bagus Febriyanto, S.S., M.Hum sebagai Lurah. Penampil lainnya Dr. dr. Rustamaji, M.Kes memerankan sebagai Calon Lurah Pria, Wirastuti Widyatmanti, S.Si., Ph.D sebagai Calon Lurah Perempuan, Kamituwa diperankan Prof. Ir. Selo, S.T., M.T., M.Sc, Ph.D., IPU, ASEAN Eng, Kamituwa 2 oleh Arif Nurcahyo, S.Psi., M.A, Bayan oleh Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si, Jagabaya oleh Jack Haryanto, S.E., M.M, Carik oleh Dr. Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, SH., LLM, Lurah Dongkol: Prof. Dr.-Ing.Ir. Agus Maryono, IPM., ASEAN.Eng, dan Bu Lurah Dongkol oleh Dr. Rr. Siti Murtiningsih, S.S., M.Hum. Pemeran lainnya Rewang 1 oleh Dr. Iva Ariani, Rewang 2 oleh Dr. Wulan Tri Astuti, S.S., M.A, Rewang 3 oleh Arsanti Wulandari, S.S., M.Hum, dan pementasan ludruk ini diramaikan bintang tamu Cak Kartolo dan Ning Tini.
Dibalik keberhasilan pementasan ludruk Tumpengan Pilihan Lurah berperan orang-orang yang secara konsisten memberi perhatian dan kepedulian pada seni ludruk. Mereka adalah Dr. Cahyaningrum Dewojati, S.S., M.Hum selaku Penulis naskah sekaligus Sutradara, Dr. Sindung Tjahyadi, M.Hum sebagai Produser, dan didukung Artistik dan Tata Panggung oleh Rudy Wiratama, S.I.P., M.A, serta penata iringan oleh Laurentius Hanan, S.Sn.
Sindung Tjahyadi menambahkan pementasan ludruk dalam rangka Dies ke-74 UGM berangkat dari diktum UGM sebagai universitas kebudayaan. Kebudayaan yang dimaksud tentu merupakan kebudayaan nusantara.
“Karenanya dalam kesempatan kali ini kita tidak pentas kethoprak seperti biasanya. Sesekali ludruk, kethoprak identik Jawa Tengah meskipun sampai ke Jawa Timur juga ada kethoprak tetapi ludruk relaf menjadi ciri khas Jawa Timur,”ujarnya.
Pilihan pementasan ludruk, menurut Sindung, sesuai dengan keinginan dengan banyak teman alumni. Ludruk sendiri sebenarnya di wilayahnya Jawa Timur telah punya penggemar tersendiri, seperti misalnya yang di daerah Jombang sampai Malang. Dua daerah ini masih sangat kuat sehingga jadilah ludruk menjadi pilihan.
Tentang pilihan kisah Tumpengan Pilihan Lurah, Sindung menyebut kisah ini diangkat dengan tujuan sangat jelas yaitu memparodikan situasi nasional saat ini. Pesannya sangat sederhana yaitu terkait dengan Pemilu kali ini perbedaan pilihan tidak perlu menjadikan baper. Menurutnya perbedaan pilihan seperti apapun akhirnya semua bersatu dalam satu kabinet.
“Sebagaimana dicontohkan yang kemarin itu. Ndak usah baper baperan lah, apalagi sampai kemudian bertengkar, saling benci dan sebangainya. Semuanya toh pada akhirnya dalam satu perahu yang sama yaitu Indonesia,” tuturnya.
Wayang Kulit Banjaran Dwi Jaworo
Selain Luudruk, UGM juga menggelar wayang kulit dengan lakon Banjaran Dwi Jaworo. Wayang ini bercerita tentang kompilasi biografi karier tiga orang mahaguru, yaitu Romo Bargowo, Druna, dan Arjuna. Mereka adalah tiga orang pemanah andal yang mempunyai mata rantai ilmu pengetahuan yang tidak terputus dan mengalami permasalahan pada zamannya masing-masing. Romo Bargowo harus menghadapi kezaliman oligarki yang semena-mena, Druna bergelut dengan isu inklusifitas, dan Arjuna menatap era kesetaraan gender. Ketiga permasalahan zaman tersebut tidak dapat dihadapi dengan metode yang sama, sehingga tiga kesatria tersebut masing-masing harus bergulat dengan batinnya sendiri untuk dapat mengawal generasi penerusnya agar dapat membangun masa depan yang lebih baik.
Tiga kesatria meskipun tidak sepenuhnya ideal, namun dapat diambil pelajaran dari laku dan sikap hidupnya dalam menapaki zaman Kalatido yang menuntut setiap orang untuk dapat menentukan sikap dengan sejernih-jernihnya mata hatinya. Lakon wayang kulit “Banjaran Dwi Jaworo” merupakan sajian keluarga kesenian mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang disajikan dengan empat gaya pakeliran, yaitu Yogyakarta, Surakarta, dan Banyumas serta cekdongan Jawa Timuran dengan dalang-dalang dari berbagai jurusan dan fakultas di Universitas Gadjah Mada. Ide lakon ini disusun oleh Dr. Sindung Tjahyadi, M.Hum. dan Rudi Wiratama, S.I.P., M.A. serta diiringi dengan gending-gending gubahan Dr. Sukisno, M.Sn. yang memadukan kekayaan lintas gagrak sebagai pembuktian bahwa Universitas Gadjah Mada adalah institusi pendidikan tinggi yang berkomitmen untuk terus meng-Indonesia, menusantara, dan merangkul semuanya.
Penulis : Agung Nugroho-Rifai
Fotografer: Donie