Di Dusun Namberan, sebuah dusun di Desa Karangasem, Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul, terdapat sebuah potensi alam yang luar biasa, yaitu pohon melinjo yang tumbuh subur. Hampir setiap pekarangan penduduk di desa ini ditanami dengan pohon melinjo, dan pada musim panen, buah melinjo yang sudah matang jatuh begitu saja, sering kali tanpa dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.
Harga jual buah melinjo mentah memang hanya berkisar antara Rp. 2.000 hingga Rp. 3.500 per kilogram. Harga yang rendah ini tidak sebanding dengan kerumitan dalam proses panen buah melinjo, sehingga banyak masyarakat enggan mengolah buah ini, dan akhirnya hanya membiarkannya berserakan di tanah.
Sekelompok mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengambil inisiatif untuk memperkenalkan metode pengolahan cerdas terintegrasi untuk mengubah buah melinjo menjadi produk emping yang lezat.
“Pengolahan buah melinjo menjadi emping aneka rasa buah tropis dilakukan dengan pelapisan permukaan atau coating emping dengan varian rasa mangga, nanas, jeruk, dan rasa buah lainnya. Dengan demikian, dihasilkan rasa emping yang gurih dan asin berbaur rasa buah,” ucap Lukman Yulianto, mahasiswa Program Studi Teknik Kimia yang tergabung dalam salah satu kelompok Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-PM).
Selain Lukman, tim ini juga beranggotakan Fayza Putri Nurzakiah (Farmasi), M imam (Kehutanan), Putri Sall Sabila (TPHP), dan Umar Abdul Azis Susilo Rahmad Wibowo (Psikologi 2022), yang berada di bawah bimbingan Ir. Adriana, M.P.
Kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan terintegrasi ini meliputi pengelolaan dan perawatan pohon melinjo mulai dari pemupukan hingga pemanenan, pelatihan pembuatan emping aneka rasa buah tropis, pengemasan produk, pelatihan desain produk, pelatihan pemasaran menggunakan e-commerce, hingga penjualan produk yang diberi nama Namping (Namberan Emping).
Pemberdayaan masyarakat di Dusun Namberan ini telah memberikan dampak positif yang luar biasa bagi masyarakat sekitar. Produk Namping ini bisa dijual dengan harga yang menarik, yaitu sekitar Rp. 25.000 per 100 gram.
Lukman menuturkan, ini adalah langkah besar dalam memberikan manfaat ekonomis kepada masyarakat setempat. Dengan cara ini, penduduk desa Namberan dapat mengembangkan produksi emping secara komersial. Melinjo yang sebelumnya hanya berjatuhan dan tidak dimanfaatkan, kini telah diolah menjadi produk emping yang lezat dengan beragam rasa buah tropis.
Inisiatif para mahasiswa UGM ini adalah contoh nyata dari bagaimana pendidikan, inovasi, dan semangat untuk memajukan komunitas lokal dapat menghadirkan dampak positif yang nyata bagi masyarakat yang membutuhkan. Dengan mengolah melinjo menjadi emping yang lezat, mereka telah membuka pintu menuju masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan bagi Dusun Namberan dan penduduknya.
“Masyarakat desa namberan dapat mengembangkan produk namping ini secara komersial. Sehingga melinjo yang awalnya hanya berserakan tanpa diolah kini sudah diolah menjadi produk emping aneka rasa buah tropis. Nantinya masyarakat semakin sejahtera dengan ekonomi meningkat dengan pengolahan melinjo ini,” tutur Lukman.
Penulis: Tim PKM
Editor: Gloria