Limbah plastik masih menjadi masalah lingkungan yang belum terselesaikan hingga kini. Banyak sektor yang menghasilkan limbah plastik, salah satunya sektor pertanian yang sering menggunakan mulsa plastik. Mulsa digunakan untuk menutup bedengan tanah agar menghambat tumbuhnya gulma, melindungi tanah dari erosi, menjaga struktur tanah. Namun mulsa plastik ini menghasilkan banyak limbah plastik yang apabila tidak ditangani dengan baik akan menumpuk dan mengganggu lingkungan tanah di lahan pertanian.
Melalui program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K), lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang terdiri dari Salfa Alifia Putri dari Fakultas Pertanian, Erelyne Erlina dari Fakultas Pertanian, Fanisa Esa Alfira dari Fakultas Biologi, Aimmatul Husna dari Fakultas Pertanian, dan Jane Angguningtyas Deanani dari Sekolah Vokasi membuat inovasi baru berupa SABI atau Mulsa Organik. Kelima mahasiswa mendapat bimbingan dari dosen Departemen Tanah Fakultas Pertanian, Nasih Widya Yuwono, SP. MP. dalam proses pembuatan Mulsa Organik tersebut.
Ketua Tim PKM-K SABI, Salfa menjelaskan bahwa mulsa organik ini dibuat dari bahan yang mudah diperoleh dan melimpah di sekitar lahan yaitu eceng gondok dan cangkang telur. Dengan memanfaatkan bahan organik yang melimpah, biaya produksi dapat ditekan, sehingga petani maupun masyarakat dapat merasakan manfaat ganda dari aspek lingkungan dan ekonomi. “Produk ini kami hadirkan sebagai pilihan bagi petani maupun masyarakat yang ingin beralih ke metode yang lebih ramah lingkungan,” ucap Salfa, Rabu (5/11).
Proses pembuatan mulsa organik ini membutuhkan waktu 3-4 jam di Lab Pakan Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian, UGM yang dalam sekali produksi bisa menghasilkan 50-60 buah produk. Produk ini berbentuk lingkaran dengan diameter 30 cm, diameter ini menyesuaikan dengan besarnya pot tanaman ukuran sedang.
Mulsa Organik mampu mempertahankan kelembaban tanah lebih lama, mengurangi erosi, serta menekan pertumbuhan gulma. Selain itu, pertumbuhan tanaman menjadi lebih sehat serta produktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman tanpa mulsa. Memiliki sifat yang biodegradable atau dapat terurai secara alami, juga menyumbangkan unsur hara bagi tanah saat proses dekomposisi sekaligus menjadi pupuk organik bagi tanaman. “Pupuk ini menjadi pilihan alternatif yang ramah lingkungan, dengan tujuan mendukung petani yang ingin mengurangi penggunaan mulsa plastik konvensional,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa kedepannya tim PKM-K SABI berencana memperluas uji coba mulsa organik ini ke berbagai jenis lahan dan tanaman, serta menjalin kerja sama dengan mitra petani untuk produksi dalam skala yang lebih besar. “Harapannya, SABI dapat menjadi pilihan inovatif menuju pertanian hijau, sehat, dan bebas sampah plastik di Indonesia,” harapnya.
Lebih lanjut, SABI telah dipasarkan melalui kegiatan EXPO pada Dies Natalis Fakultas Pertanian, EXPO Pionir Pascasarjana, hingga penjualan melalui ecommerce. Selain itu, SABI juga dijual dengan sistem Pre Order (PO) melalui sosial media seperti Instagram, TikTok, dan Facebook.
Penulis : Jesi
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Dok. Tim PKM-K SABI
