
Sejumlah 12 mahasiswa Universitas Gadjah Mada berhasil menyelesaikan program Six University Initiative Japan-Indonesia – Service Learning Program (SUIJI-SLP) yang diselenggarakan pada 21 Februari hingga 1 Maret silam di Kalurahan Selopamioro, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul. Pada program tersebut, mahasiswa UGM berkolaborasi dengan lima mahasiswa Ehime University dan satu mahasiswa Kochi University dengan pendampingan dari Dr. Kazuya Masuda, Associate Professor di Kochi University serta Dr. Masaki Oda, Assistant Professor di Kochi University. Untuk menutup program, kolaborasi antara kedua negara diakhiri dengan presentasi hasil observasi serta rekomendasi mitigasi bencana yang dapat diterapkan di wilayah Selopamioro.
Dekan Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc., mengapresiasi semangat yang ditunjukkan para peserta. Ia beranggapan kerja keras, antusiasme, dan komitmen peserta telah mewujudkan semangat SUIJI antara Indonesia dan Jepang melalui pertukaran akademis dan budaya. “Saat kalian kembali ke universitas, mari kita terus memupuk kolaborasi ini dan menerapkan solusi yang telah teridentifikasi di Selopamioro di wilayah tinggal masing-masing,” ujarnya, Senin (10/3).
Saat pemaparan presentasi, tim SUIJI mengidentifikasi bahwa Selopamioro memiliki potensi tinggi terhadap bencana tanah longsor dan gempa bumi akibat kondisi topografi yang curam. Data menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, terjadi 2.223 laporan gempa bumi di Kabupaten Bantul dan 24 kejadian tanah longsor di Selopamioro. Namun, mitigasi di tingkat masyarakat masih terbatas, seperti minimnya sosialisasi dan edukasi kebencanaan serta kurangnya akses terhadap peta bahaya.
Sebagai tindak lanjut, tim SUIJI melaksanakan berbagai program edukasi, termasuk kelas mitigasi bencana di sekolah dasar yang dikemas dalam sesi presentasi, poster edukatif, permainan interaktif, hingga simulasi identifikasi area berbahaya di lingkungan sekolah. Mereka juga memberikan materi terkait tindakan pencegahan yang dapat dilakukan warga untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana. Selain itu, tim SUIJI membandingkan sistem mitigasi bencana di Indonesia dan Jepang. Di Jepang, peta bahaya dapat diakses di berbagai tempat seperti sekolah dan kantor pemerintahan, serta terdapat simulasi gempa yang dilakukan secara rutin melalui kendaraan khusus yang disediakan oleh pemerintah. Hal ini yang masih perlu ditingkatkan di Indonesia.
Prof. Dr. Puji Astuti, S.Si., M.Sc., Apt., selaku Direktur Kemitraan dan Relasi Global UGM, pmenekankan pentingnya keberlanjutan program ini akerna memberikan pengalaman internasional bagi mahasiswa dalam membangun keterampilan akademik dan profesional mahasiswa. “Saya percaya pengalaman yang didapatkan semua peserta pada program ini akan berguna selama masa studi bahkan setelah lulus kuliah nanti,” tuturnya.
Selama berlangsungnya program SUIJI, selain memberikan edukasi terkait mitigasi bencana, para peserta juga terlibat dalam berbagai kegiatan berbasis pelayanan masyarakat dan pertukaran budaya. Mereka mengikuti aktivitas seperti belajar memainkan gamelan, membuat ecoprint, menghadiri kenduri (sadranan), mengenakan pakaian tradisional, membatik, berlatih Gejog Lesung, menjelajahi Goa Cerme, serta berpartisipasi dalam Japan Expo dan Tour de Yogyakarta.
Reportase : Luqlun/Humas FTP
Penulis. : Triya Andriyani