
Sebuah inovasi datang dari mahasiswa Universitas Gadjah Mada untuk menjawab tantangan kesehatan nasional terkait meningkatnya penderita penyakit diabetes melitus. Tim Program Kreativitas Mahasiswa – Karsa Cipta (PKM-KC) berhasil mengembangkan purwarupa alat deteksi dini dan pemantauan gula darah non-invasif bernama Glycemia Breath Analyzer (Glyra). Pengembangan ini memberikan harapan baru untuk metode skrining dan monitoring diabetes yang lebih nyaman, cepat, dan tidak menyakitkan dibandingkan metode tusuk jari yang selama ini digunakan.
Tim ini terdiri dari mahasiswa lintas fakultas, yaitu Muhammad Nafal Zakin Rustanto (Ketua Tim), Nathanael Satya Saputra, Alfito Putra Parindra, Muhammad Bintang Hidayatullah Marbun, dan Mirza Evrizqo Timmerman. Seluruh proses pengembangan ini berada di bawah bimbingan dan supervisi dari dosen Fakultas Teknik UGM, Dr. Eng. Ir. Igi Ardiyanto, S.T., M.Eng., IPM., SMIEEE.
Muhammad Nafal Zakin Rustanto mengatakan inovasi Glyra ini dilatarbelakangi oleh tingginya prevalensi diabetes di Indonesia, yang menempatkan negara pada peringkat kelima di dunia. Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, diperkirakan dua dari setiap seratus penduduk dewasa menderita diabetes melitus. “Para penderita seringkali dihadapkan pada metode pemeriksaan invasif yang mengharuskan pengambilan sampel darah berulang kali, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan serta berpotensi menyebabkan rasa sakit atau iritasi,” kata Rustanto dalam keterangan yang dikirim ke wartawan, Jumat (17/10).
Ia menjelaskan bahwa mekanisme kerja Glyra dengan cara mendeteksi biomarker atau senyawa penanda kimia yang terdapat dalam embusan napas. Pasalnya, penderita diabetes melitus mengalami proses metabolisme tubuh. Ketika tubuh tidak dapat menggunakan glukosa secara efektif, ia akan beralih membakar lemak untuk energi, sebuah proses yang menghasilkan senyawa keton seperti aseton. “Senyawa inilah, bersama biomarker lainnya, yang dilepaskan melalui paru-paru dan dapat diukur sebagai indikator kondisi gula darah,” paparnya.
Untuk menangkap senyawa-senyawa tersebut, Glyra dibekali dengan susunan enam sensor gas canggih yang masing-masing memiliki kepekaan terhadap biomarker spesifik. Data kompleks yang dihasilkan oleh sensor kemudian diolah menggunakan algoritma Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) untuk memastikan akurasi hasil deteksi. Selain itu, perangkat ini juga terintegrasi dengan Internet of Things (IoT), yang memungkinkan data hasil pemeriksaan dikirim dan dipantau secara real-time melalui laman website khusus.
Salah satu anggota dari tim ini, Mirza, menerangkan bahwa inovasi dari glyra yang dikembangkan bersama timnya sejauh ini telah mencapai 80%. Bahkan inovasi pengembangannya ini berencana didaftarkan Hak Kekayaan atas Intelektual (HKI). “Untuk prototipe hardware itu kita sudah jadi, kita sudah ada barang fisiknya, kita sudah nyambung ke bagian listriknya juga, sensornya juga sudah kita pasang. Cuman memang saat ini kita masih dalam pengembangan buat kita mengambil data set gitu. arena tentu ada sensor-sensor dan juga AI-nya terlatih ini, dia harus ketemu sama data realnya. Kita kemarin sudah sempat trainingnya itu baru pakai data sekunder yang memang ada di internet seperti itu,” terangnya
Meskipun ia dan timnya baru kali pertama berpartisipasi dalam PKM, namun selama proses pengembangan Glyra tidak ada tantangan yang begitu berat. Ia pun mengungkapkan bahwa dukungan penuh dari dosennya menjadi salah satu kesuksesan dari pengembangannya tersebut. “Jadi akhirnya untuk sinergi di tim itu memang mudah gitu untuk kita saling bertanggung jawab dan lain sebagainya. Cuman ya tentu dengan dukungan dari fakultas masing-masing dan juga dari Universitas Gajah Mada dan juga kita dapat pendanaan dari Belmawa seperti itu,” jelasnya.
Tim PKM-KC Glyra berharap inovasi ini dapat menjadi solusi yang lebih terjangkau, praktis, dan mudah diakses oleh masyarakat luas untuk skrining dini dan pemantauan harian. Didukung pendanaan dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Kemdiktisaintek, penelitian ini diharapkan dapat terus berkembang dari tahap purwarupa menuju uji klinis yang lebih lanjut.
Penulis : Salwa
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Tim PKM